Plesiran Tempo Doeloe ke-191: Menyusuri Pertokoan Modern Era Batavia

Ade S

Editor

Para peserta Plesiran Tempo berpose dengan latar Kantor Pos Cikini yang memiliki gaya arsitektur art deco.
Para peserta Plesiran Tempo berpose dengan latar Kantor Pos Cikini yang memiliki gaya arsitektur art deco.

Intisari-Online.com -Tjikini Postkantoor menjadi destinasi kedua yang dikunjungi para peserta Plesiran Tempo Doeloe (PTD), Minggu (29/1/2024) pagi.

Dengan penuh semangat mereka melangkahkan kakinya untuk melihat secara langsung bangunan bersejarah yang didominasi warna khas oranye dan putih ini.

Gedung ini berlokasi di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, tepatnya di pertigaan jalan dekat Monumen Nasional serta Taman Ismail Marzuki.

Lokasi ini sangatlah strategis. Tak heran banyak wisatawan yang datang untuk berwisata sejarah atau sekadar bernostalgia menikmati gaya arsitektur klasik.

Tjikini Postkantoor

Sebelum melihat lebih dekat Tjikini Postkantoor, para peserta berhenti di seberang jalan untuk mendengarkan penjelasan dari Nadia Purwestri dari Pusat Dokumentasi Arsitektur.

Nadiamenjelaskan sejarah kantor pos dan pertokoan di sepanjang jalan yang nantinya akan dilewati para peserta.

“Dulu gedung kantor pos dan ruko-ruko ini dibangun pada tahun 1940, dengan arsitek Marie Johan Joseph Vernac. Awalnya bukan difungsikan untuk kantor pos, tetapi kantor perusahaan Klaasen & Company dengan kontraktor Hollandsche Beton Maatschappij.” Ujar Nadia dengan menunjuk dokumentasi bangunan tersebut pada masa lampau.

Setelah mendapat penjelasan singkat tersebut, para peserta kemudian melihat lebih dekat bangunan yang sudah berdiri hampir 80 tahun lamanya tersebut.

Gedungtersebut memiliki gaya arsitektur bernuansa art deco yang menonjolkan garis-garis tegas dengan sisi bangunan yang melengkung sebagai ciri khasnya.

Gaya arsitektur ini ternyata banyak terpengaruh oleh gaya arsitektur purba Babilonia dan Mesir. Terbukti dengan adanya ziggurat atau struktur bertingkat yang terlihat seperti punden berundak.

Baca Juga: Masjid Cut Meutia, Masjid 'Miring' yang Mengawali Plesiran Tempo Doeloe ke-191

Di sepanjang jalan juga terlihat toko-toko yang berjajar menjual berbagai macam kebutuhan dengan tetap mempertahankan gaya arsitektur yang autentik.

Usut punya usut kawasan pertokoan ini dibangun karena dulu hanya ada pasar yang menjadi pusat perbelanjaan di area ini — yang sekarang menjadi Pasar Cikini.

Hadirnya kawasan pertokoan modern ini di Cikini juga merupakan suatu konsep kawasan komersial dan hunian di awal masa Hindia Belanda.

Pedagang roti Tan Ek Tjoan menjajakan dagangannya tepat di depan bekas gedung kedai roti dengan merek yang sama.
Pedagang roti Tan Ek Tjoan menjajakan dagangannya tepat di depan bekas gedung kedai roti dengan merek yang sama.

Kedai Roti Tan Ek Tjoan

Kembali menyusuri kawasan pertokoan, para peserta antusias dengan lalu lalangnya gerobak roti Tan Ek Tjoan.

Sebagian dari mereka merasa bernostalgia dengan kudapan yang seringkali dinikmati semasa kecil itu.

Beberapa di antara mereka yang membawa anak juga bercerita tentang betapa legendarisnya roti tersebut sembari menyantapnya di perjalanan.

Hingga tibalah mereka di bangunan yang dulunya merupakan kedai roti Tan Ek Tjoan di kawasan Cikini.

Ade Purnama selaku pemandu Plesiran Tempo Doeloe menuturkan, “Sekarang mereka (Tan Ek Tjoan) cuma memproduksi, tapi tidak punya kedai (hanya dijual menggunakan gerobak saja) dengan merek TET.”

Sekitar tahun 1953 di Indonesia produsen roti belum sebanyak saat ini.

Pada masa itu juga, masih banyak orang Belanda dan keturunannya di kawasan ini.

Merekalah yang memiliki konsep mempopulerkan roti dengan menggunakan gerobak.

Sampai saat ini, masih sering dijumpai pedagang roti TET di beberapa bilangan Jakarta yang langsung dikirim dari pabriknya yang berlokasi di Bogor. (Akbar Gibrani)

Baca Juga: Plesiran Tempo Doeloe, Jelajah Gerbang Amsterdam untuk Merawat Memori Kota Batavia

Artikel Terkait