Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa
Artinya, meskipun Buddha dan Siwa (Hindu) adalah dua zat yang berbeda, tetapi mereka dapat dikenal sebagai satu.
Karena kebenaran Buddha dan Siwa (Hindu) adalah satu. Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu, karena tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Bhinneka Tunggal Ika terdiri dari tiga kata, yaitu bhinneka yang berarti beraneka ragam, tunggal yang berarti satu, dan ika yang berarti itu.
Jadi, makna dari frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi tetap satu.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu yang menghormati keberagaman agama di wilayahnya.
Kerajaan ini juga berhasil menyatukan seluruh Nusantara di bawah kekuasaannya.
Nilai-nilai toleransi dan persatuan inilah yang kemudian menjadi inspirasi bagi para pendiri bangsa Indonesia ketika merumuskan semboyan negara.
Siapa yang mengusulkan Bhinneka Tunggal Ika?
Menurut sumber Kompas Skola, semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diusulkan oleh Muhammad Yamin dalam sidang BPUPKI pertama yang berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945.
Moh Yamin mengucapkan frasa Bhinneka Tunggal Ika, kemudian I Gusti Bagus Sugriwa melanjutkan dengan “Tan hana dharma mangrwa”, sesuai dengan Kitab Sutasoma.
Baca Juga: Bagaimana Semboyan Bhinneka Tunggal Ika Mampu Berkontribusi Bagi Pembangunan Nasional?
KOMENTAR