Intisari-online.com - Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara yang berdiri sejak abad ke-13 hingga abad ke-16.
Namun, di balik kejayaannya, Majapahit juga mengalami berbagai konflik dan pergolakan politik yang mengancam stabilitas dan kesatuan kerajaan.
Salah satu raja Majapahit yang mengalami nasib tragis adalah Bhre Pamotan, yang juga dikenal sebagai Sri Rajasawarddhana.
Bhre Pamotan adalah menantu Sri Prabu Kertawijaya, raja Majapahit sebelumnya yang terbunuh pada tahun 1451.
Ia naik tahta sebagai raja Majapahit di Keling-Kahuripan, yang terletak di pedalaman Daha Kediri.
Penobatan Bhre Pamotan mencurigakan karena statusnya hanya sebagai menantu Sri Prabu Kertawijaya.
Selain itu, ia juga harus bersaing dengan putra-putra Sri Prabu Kertawijaya yang juga menginginkan tahta Majapahit.
Bhre Pamotan memerintah Majapahit secara singkat, dan tak lama setelah itu tiba-tiba mengalami hilang ingatan.
Sebuah peristiwa menyedihkan terjadi di tengah acara yang digelar untuk menghibur raja.
Bhre Pamotan yang berada di atas perahu yang mengarungi tengah segara (lautan), mendadak lepas kendali.
Ia melompat dan mati tenggelam di laut.
Baca Juga: Sejarah Pertempuran Surabaya, Perang Pertama Indonesia Melawan Sekutu
Kemudian mendapat nama anumerta Bhre Pamotan Sang Sinagara, yang berarti Bhre Pamotan yang melempar diri ke segara.
Kematian Bhre Pamotan menyisakan empat orang putera dan seorang puteri, yaitu Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, Bhre Kretabhumi dan Parameswari Lasem.
Setelah kematian Bhre Pamotan, Kerajaan Majapahit tidak memiliki raja selama tiga tahun, hingga akhirnya Bhre Wengker, putera Sri Prabu Kertawijaya, naik tahta dengan gelar Hyang Purwasisesa pada tahun 1456.
Kisah tragis Bhre Pamotan menunjukkan betapa sulitnya menjaga keutuhan dan kestabilan Kerajaan Majapahit di tengah persaingan dan intrik politik yang terjadi di antara para kerabat raja.
Bhre Pamotan menjadi salah satu raja Majapahit yang paling singkat berkuasa, dan berakhir dengan cara yang menyedihkan.
Ia menjadi saksi dari kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Majapahit yang pernah berjaya di Nusantara.
Setelah kematian Hyang Purwasisesa, Kerajaan Majapahit mengalami masa kemunduran dan keruntuhan.
Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini adalah pemberontakan daerah-daerah bawahan, persaingan antara para penguasa, dan penyebaran agama Islam di nusantara.
Salah satu peristiwa penting yang menandai keruntuhan Majapahit adalah Perang Paregreg, yang terjadi antara tahun 1404-1406.
Perang ini merupakan perang saudara antara Wikramawardhana, raja Majapahit, melawan Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk yang memimpin daerah Blambangan.
Perang ini berakhir dengan kemenangan Wikramawardhana, tetapi juga melemahkan kekuatan Majapahit.
Baca Juga: Kisah Zimri Raja Israel yang Berkuasa Selama 7 Hari Kemudian Bunuh Diri Usai Naik Takhta
Pada abad ke-15, Majapahit semakin kehilangan pengaruhnya di nusantara.
Banyak daerah-daerah yang sebelumnya tunduk kepada Majapahit mulai melepaskan diri dan membentuk kerajaan-kerajaan sendiri.
Beberapa di antaranya adalah Kerajaan Demak, Kerajaan Malaka, Kerajaan Pagaruyung, Kerajaan Makassar, Kerajaan Bima, Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore, dan Kekaisaran Brunei.
Kerajaan-kerajaan ini juga menganut agama Islam, yang semakin menyebar di nusantara sejak abad ke-13.
Agama Islam masuk ke nusantara melalui jalur perdagangan dan dakwah para pedagang, ulama, dan wali.
Agama Islam menawarkan ajaran yang sederhana, egaliter, dan universal, yang menarik banyak penganut di kalangan rakyat.
Kerajaan Majapahit berakhir pada tahun 1527, ketika Kesultanan Demak menyerang dan menghancurkan ibukota Majapahit di Trowulan.
Raja terakhir Majapahit, Girindrawardhana, melarikan diri ke daerah Blambangan, yang menjadi sisa-sisa wilayah Majapahit.
Blambangan sendiri akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Mataram pada tahun 1639.
Dengan demikian, berakhirlah sejarah Kerajaan Majapahit, yang pernah menjadi salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di nusantara.
Meskipun begitu, warisan budaya Majapahit masih terus hidup dan berkembang di Indonesia, seperti bahasa, sastra, seni, arsitektur, hukum, dan tradisi.
Majapahit juga menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk menjaga persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman.