Advertorial

Perkara Pala Buat Belanda Gelap Mata Hingga Lakukan Genosida Pada Rakyat Indonesia

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Pembantaian Pulau Banda disebabkan oleh perebutan rempah oleh Belanda.
Pembantaian Pulau Banda disebabkan oleh perebutan rempah oleh Belanda.

Intisari-online.com - Pulau Banda, yang terletak di Maluku, adalah salah satu sumber utama pala dan fuli, rempah-rempah yang sangat diminati oleh bangsa Eropa pada abad ke-17.

Namun, di balik keindahan dan kekayaan alamnya, pulau ini menyimpan kisah tragis yang menimpa penduduk aslinya, yaitu orang Banda.

Pada tahun 1621, Gubernur Jenderal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Kompeni Belanda, Jan Pieterszoon Coen, memimpin ekspedisi besar-besaran ke Pulau Banda dengan tujuan untuk menguasai monopoli perdagangan pala dan menghancurkan perlawanan orang Banda yang tidak mau tunduk kepada VOC.

Coen membawa 13 kapal angkut dan beberapa kapal perang, serta sekitar 2.000 prajurit dan 600 budak.

Ia juga membawa perintah dari Heeren Zeventien, para direktur VOC di Amsterdam, untuk "memenangi pulau-pulau itu untuk VOC, baik dengan cara perundingan maupun kekerasan".

Coen tiba di Pulau Banda pada bulan Maret 1621 kemudian setelah terjadi cekcok dengan orang Banda, Belanda mengepung Benteng Nassau, yang dikuasai oleh orang Banda.

Ia menawarkan syarat-syarat yang sangat berat kepada orang Banda, yaitu:

- Menyerahkan semua tanah dan kebun pala kepada VOC

- Menjual pala dan fuli hanya kepada VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC

- Menerima orang-orang Belanda sebagai pemilik dan pengurus kebun pala

- Membayar pajak dan upeti kepada VOC

- Menyerahkan semua senjata dan amunisi kepada VOC

- Menyerahkan semua orang asing yang tinggal di Pulau Banda kepada VOC

- Menyerahkan semua orang Banda yang terlibat dalam pembunuhan Pieter Willemszoon Verhoeff, laksamana VOC yang tewas di Pulau Banda pada tahun 1609, kepada VOC

Baca Juga: Astaga, Subduksi Lempeng Bumi Picu Gempa 5,9 SR di Laut Banda, BMKG Ungkap Dampaknya

Orang Banda menolak syarat-syarat tersebut dan memilih untuk melawan.

Mereka berharap mendapat bantuan dari sekutu-sekutu mereka, seperti Inggris, Portugis, dan raja-raja lokal lainnya. Namun, bantuan tersebut tidak kunjung datang.

Perang sengit pun terjadi antara VOC dan orang Banda.

Coen memerintahkan pasukannya untuk menyerang dan membakar desa-desa, membunuh dan menangkap orang-orang Banda, serta merampas tanaman dan ternak mereka.

Ia juga memerintahkan untuk memotong pohon-pohon pala dan membawa biji-bijinya ke Batavia, markas besar VOC, untuk ditanam di tempat lain.

Coen tidak segan-segan menggunakan kekerasan yang brutal dan kejam terhadap orang Banda.

Ia bahkan mengeluarkan perintah untuk "membunuh semua orang dewasa dan menyelamatkan anak-anak yang masih muda".

Menurut catatan VOC, sekitar 14.400 orang Banda tewas atau ditangkap selama ekspedisi Coen.

Hanya sekitar 1.000 orang Banda yang berhasil melarikan diri ke pulau-pulau tetangga.

Coen berhasil menguasai Pulau Banda dan menghapuskan keberadaan orang Banda sebagai penduduk asli pulau tersebut.

Ia kemudian mendatangkan orang-orang dari berbagai daerah, seperti Makassar, Bugis, Melayu, Jawa, Cina, Portugis, Maluku, dan Buton, untuk bekerja sebagai buruh di kebun-kebun pala milik VOC.

Baca Juga: Tragedi 31 Tahun Lalu, Peristiwa Gempa dan Tsunami Dahsyat Flores yang Memakan Ribuan Korban Jiwa

Ia juga memberikan hak pakai kebun-kebun pala kepada bekas tentara dan pegawai VOC yang disebut perkenier.

Dengan demikian, Coen berhasil mewujudkan ambisinya untuk memonopoli perdagangan pala dan rempah-rempah di Hindia Timur.

Namun, ia juga meninggalkan bekas luka yang mendalam bagi orang Banda, yang menjadi korban genosida yang dilakukan oleh VOC.

Kisah tragis Pulau Banda ini merupakan salah satu contoh dari kekejaman dan keserakahan VOC dalam menjalankan penjajahan dan eksploitasi di Nusantara.

Kisah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menghargai dan menjaga hak-hak asasi manusia, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Artikel Terkait