Intisari-online.com - Pada 12 Desember 1992, sekitar pukul 13.29 WITA, bencana alam yang mengerikan terjadi di Laut Flores.
Gempa bumi dengan magnitudo 7,8 mengguncang wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sekitarnya.
Gempa ini memicu gelombang tsunami setinggi 36 meter yang menghantam pesisir pantai Flores dan pulau-pulau lainnya.
Dampak dari gempa dan tsunami ini sangat dahsyat. Menurut data BMKG, setidaknya 2.500 orang meninggal, 500 orang hilang, lebih dari 500 orang luka-luka, dan lebih dari 5.000 orang mengungsi.
Gempa dan tsunami ini juga merusak lebih dari 18.000 rumah, infrastruktur, dan fasilitas umum.
Salah satu daerah yang terparah adalah Pulau Babi, yang hampir seluruh permukimannya luluh lantak.
Gempa dan tsunami Flores 1992 ini menjadi salah satu bencana alam terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Bencana ini juga mengubah peta geografis dan geologis Pulau Flores dan sekitarnya.
Banyak pulau-pulau kecil yang muncul atau tenggelam akibat pergeseran lempeng bumi.
Selain itu, bencana ini juga meninggalkan trauma mendalam bagi para penyintas dan keluarga korban.
Meski sudah 29 tahun berlalu, gempa dan tsunami Flores 1992 ini tetap menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.
Baca Juga: Maluku Utara Dilanda Gempa M 5,3, Ini Penjelasan BMKG tentang Sumber dan Kedalaman Gempa Bumi
Pelajaran tentang pentingnya mitigasi bencana, kesiapsiagaan masyarakat, dan solidaritas kemanusiaan.
Pelajaran tentang bagaimana kita harus menghargai dan menjaga alam, serta menghadapi tantangan dengan kekuatan dan ketabahan.
Gempa dan tsunami Flores 1992 ini juga menarik perhatian dunia internasional.
Banyak negara dan organisasi yang memberikan bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi bagi korban bencana.
Salah satunya adalah PBB, yang melalui UNICEF dan WHO, mengirimkan tim medis, obat-obatan, makanan, air bersih, dan perlengkapan lainnya.
Selain itu, PBB juga membantu proses relokasi dan pembangunan kembali permukiman warga yang terdampak.
Namun, bantuan-bantuan tersebut tidak serta-merta menghapus kesulitan dan penderitaan yang dialami oleh para penyintas.
Banyak di antara mereka yang kehilangan keluarga, sahabat, harta benda, dan mata pencaharian. Mereka juga harus menghadapi trauma psikologis, penyakit, dan kemiskinan.
Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya yang lebih komprehensif dan berkelanjutan untuk memulihkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Flores pasca bencana.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengembangkan kearifan lokal dan budaya sebagai sumber daya untuk mengatasi dampak bencana.
Misalnya, dengan menghidupkan kembali tradisi-tradisi adat, ritual-ritual agama, dan seni-seni pertunjukan yang menjadi bagian dari identitas masyarakat Flores.
Selain itu, juga dengan memperkuat jaringan solidaritas dan gotong royong antara sesama penyintas, maupun dengan pihak-pihak lain yang peduli dan bersimpati.
Dengan demikian, gempa dan tsunami Flores 1992 ini tidak hanya menjadi catatan sejarah yang kelam, tetapi juga menjadi saksi dari ketangguhan dan kebangkitan masyarakat Flores.
Meski mengalami bencana yang luar biasa, mereka tetap berusaha untuk bangkit dan membangun kembali kehidupan mereka dengan penuh semangat dan optimisme.