Masing-masing desa lalu membentengi wilayah dengan batu atau bambu setinggi 2 meter.
Oleh karena itu, tradisi lompat batu lahir dan dilakukan sebagai sebuah persiapan sebelum berperang.
Para bangsawan dari strata balugu yang memimpin pulau Nias saat itu akan menentukan pantas atau tidaknya seseorang pria Nias menjadi prajurit perang.
Kriterianya, selain memiliki fisik yang kuat, seorang prajurit perang juga menguasai ilmu bela diri dan ilmu-ilmu hitam.
Mereka juga harus dapat melompati batu bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun sebagai tes akhir.
Pada zaman dulu, atraksi fahombo tidak hanya memberikan kebanggaan bagi pemuda Nias tetapi juga untuk keluarga mereka.
Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam fahombo akan mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
Tradisi Lompat Batu sebagai Simbol Budaya Nias
Kini, tradisi lompat batu bukan untuk persiapan perang antar suku atau antar desa tetapi sebagai ritual dan simbol budaya orang Nias.
Tradisi ini menjaddi atraksi budaya untuk mengisi acara yang biasanya ditampilkan bersama atraksi tari perang, yang merupakan saduran dari peperangan di masa lampau.
Namun karena, tari perang melibatkan puluhan orang maka atraksi budaya dapat menampilkan lompat batu saja.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR