Menurut Rusli Abdullah, Peneliti Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Minggu (10/9/2023), harga beras medium di pasar tradisional atau rakyat selama 21 bulan terakhir, yaitu sejak awal Januari 2022 hingga 8 September 2023, lebih rendah dibandingkan di pasar ritel modern.
Namun, lonjakan harga beras di pasar rakyat justru lebih tinggi dibandingkan di pasar modern.
Dalam kurun waktu tersebut, harga beras di pasar rakyat naik Rp2.250 per kg atau sekitar 19,15 persen, sementara di pasar modern naik Rp1.150 per kg atau 9,55 persen.
Akibatnya, selisih harga beras di kedua jenis pasar ini mengecil, yaitu dari Rp1.700 per kg pada 3 Januari 2022 menjadi Rp600 per kg pada 8 September 2023.
”Ini menandakan bahwa kelas bawah lebih terdampak oleh kenaikan harga beras daripada kelas atas. Kelas bawah yang biasanya membeli beras medium di pasar rakyat harus menanggung lonjakan harga beras yang lebih tinggi daripada kelas atas yang membeli beras di pasar modern,” katanya saat dihubungi di Jakarta.
Rusli juga mengatakan bahwa beberapa daerah penghasil padi terbesar di Indonesia malah mengalami kenaikan harga beras medium di atas 10 persen di tingkat pasar rakyat.
Ini merupakan suatu keanehan bahwa ada lonjakan harga beras yang cukup tinggi di lumbung beras nasional.
Rusli mencatat bahwa tiga provinsi produsen beras terbesar nasional, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, mengalami kenaikan harga beras di atas 10 persen sepanjang awal Januari 2022 hingga 8 September 2023.
Kenaikan harga beras di pasar rakyat di Jawa Barat mencapai 16,53 persen, sementara di Jawa Timur naik 11,54 persen dan di Jawa Tengah naik 10,83 persen.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya beras yang berasal dari provinsi-provinsi tersebut yang mengalir ke wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
Hal serupa juga terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan yang kenaikan harga berasnya masing-masing sebesar 11,63 persen dan 14,11 persen.
KOMENTAR