Ki Bagus Hadikusumo juga menjadi salah satu pendiri Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) di Yogyakarta pada November 1943.
Dalam partai tersebut Ki Bagus Hadikusumo memegang jabatan sebagai wakil ketua sampai pada tahun 1950.
Adanya Ki Bagus Hadikusumo sebagai ketua Muhammadiyah berawal dari terjadinya pergolakan politik internasional, yaitu pecahnya Perang Dunia II.
Ketua Muhammadiyah sebelumnya, KH Mas Mansur, memintanya untuk menggantikan posisinya, karena Mansur dipaksa untuk menjadi anggota Pusat Tenaga Kerja Rakyat (PUTERA).
Saat menjabat sebagai Ketua Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo sering berbincang dengan Jepang agar para siswa Muhammadiyah tidak terlalu patuh akan Jepang.
Perjuangan Ki Bagus Hadikusumo tidak hanya ada dalam Muhammadiyah, tetapi juga dalam partai politik yang berbasis Islam.
Saat ditunjuk menjadi anggota BPUPKI Ki Bagus Hadikusumo memperjuangkan agar Islam menjadi pilar dalam dasar negara.
Dia berperan dalam penyusunan isi Mukadimah UUD 1945.
Pada butir pertama dalam Mukadimah UUD 1945 tertulis, "Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya".
Usulan Ki Bagus Hadikusumo dan anggota golongan Islam lainnya ini akhirnya ditolak.
Ki Bagus Hadikusumo akhirnya bisa luluh salah satunya berkat salah satu koleganya di Muhammadiyah: Kasmah Singodimedjo.
Saat rapat PPKI setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Kasman berhasil meluluhkan hati Ki Bagus Hadikusumo untuk menghilangkan tujuh kata terkait syariat Islam dalam sila pertama Pancasila.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR