Sosok Pelukis Ini Dibuang Oleh PKI Karena Dicap Sebagai Pengkhianat

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

S. Sudjojono merupakan pelukis yang juga dibuang oleh PKI.
S. Sudjojono merupakan pelukis yang juga dibuang oleh PKI.

Intisari-online.com -Sudjojono adalah salah satu pelukis terkemuka Indonesia yang dikenal sebagai Bapak Seni Rupa Modern Indonesia.

Ia lahir pada tahun 1913 di Sumedang, Jawa Barat, dan mulai menggeluti seni lukis sejak usia muda.

Ia belajar secara otodidak dan tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang seni.

Sudjojono memiliki pandangan yang kritis dan revolusioner tentang seni rupa Indonesia.

Ia menentang gaya lukisan Mooi Indie yang dianggapnya sebagai representasi kolonial dan romantik tentang Indonesia.

Ia mengusung konsep seni untuk rakyat dan seni sebagai ungkapan jiwa.

Kemudian juga memperkenalkan istilah "siasat" untuk menyebut teknik melukis yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan pelukis.

Selain sebagai seniman, Sudjojono juga aktif dalam dunia politik.

Ia bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1951 dan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Lalu juga terlibat dalam berbagai organisasi seniman dan budayawan yang berafiliasi dengan PKI, seperti Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Persatuan Seniman Indonesia (Persagi).

Namun, hubungan Sudjojono dengan PKI tidak berlangsung lama.

Baca Juga: Prabowo Subianto dan Ramalan Gus Dur Akan Munculnya Presiden Berusia Tua dan Punya Weton Rabu Pon

Pada tahun 1956, ia dituduh sebagai pengkhianat partai karena menolak untuk mengikuti arahan PKI dalam hal seni.

Ia juga dikritik karena karyanya yang dianggap tidak mencerminkan cita-cita revolusi dan rakyat.

Akibatnya, ia dikeluarkan dari partai dan organisasi-organisasi yang terkait dengan PKI.

Bahkan ia juga mendapat tekanan dan ancaman dari para simpatisan PKI.

Sudjojono tidak menyerah dengan perlakuan PKI. Ia tetap melukis dengan gaya dan tema yang ia sukai, seperti pemandangan alam, kehidupan sehari-hari, dan potret keluarga.

Ia juga terus berkiprah dalam dunia seni dengan mendirikan Sanggar Bambu bersama beberapa pelukis lain pada tahun 1957.

Kemudian juga menjadi guru bagi banyak pelukis muda yang mengagumi karyanya.

Sudjojono meninggal pada tahun 1986 di Jakarta.

Ia meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah seni rupa Indonesia.

Karyanya banyak dipamerkan dan dikoleksi oleh museum-museum di dalam dan luar negeri.

Ia juga mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2007.

Baca Juga: Inilah Dua Khodam Sakti yang Melindungi Ganjar Pranowo, Calon Presiden yang Berweton Senin Wage

Sudjojono adalah sosok yang berani, kreatif, dan visioner, yang tidak pernah tunduk pada tekanan apapun dalam berkarya.

Sudjojono tidak hanya dikenal sebagai pelukis, tetapi juga sebagai penulis dan kritikus seni.

Ia menulis banyak esai, cerpen, puisi, dan memoar yang mengungkapkan pandangannya tentang seni, budaya, dan politik.

Beberapa karya tulisnya yang terkenal adalah Seni Loekis, Kesenian dan Seniman (1946), Dari Pintu ke Pintu (1977), dan Sudjojono dan Keadaan (1982).

Sudjojono juga memiliki keluarga yang berbakat dalam bidang seni. Ia menikah dengan Rose Pandanwangi, seorang penyanyi keroncong terkenal, pada tahun 1953.

Mereka memiliki enam anak, yaitu Tommy Sudjojono, Dewi Sudjojono, Gambir Anom, Srihadi Soedarsono, Putri Sudjojono, dan Sindudarsono Sudjojono.

Keenam anaknya juga mengikuti jejak ayahnya sebagai seniman.

Sudjojono adalah salah satu tokoh seni rupa Indonesia yang paling berpengaruh dan dihormati.

Ia memberikan kontribusi besar bagi perkembangan seni rupa modern Indonesia dengan gaya dan pemikirannya yang unik dan inovatif.

kemudian juga menjadi inspirasi bagi banyak generasi seniman Indonesia yang datang setelahnya.

Sudjojono adalah pelukis legendaris yang tidak pernah tergoyahkan oleh apapun, termasuk oleh PKI yang pernah membuangnya.

Artikel Terkait