Untuk mencegah terjadinya perang saudara antara Muawiyah I dan Hasan, kedua pihak membuat Perjanjian Hasan-Muawiyah.
Isi perjanjian tersebut antara lain menyebutkan bahwa apabila Muawiyah meninggal lebih dulu, maka Hasan akan menjadi khalifah selanjutnya.
Namun, nasib berkata lain. Hasan yang lebih muda ternyata meninggal lebih dulu karena diracun. Oleh karena itu, pihak Muawiyah menganggap perjanjian tersebut tidak berlaku lagi.
Muawiyah kemudian berusaha memastikan bahwa putranya, Yazid, akan diakui sebagai khalifah berikutnya.
Berbeda dengan cara pemilihan khalifah sebelumnya, Muawiyah memaksa semua pendukungnya untuk bersumpah setia kepada Yazid.
Setelah menjadi khalifah, Yazid mengirim surat kepada gubernur Madinah untuk menuntut kesetiaan dari Husain bin Ali, adik Hasan.
Namun, banyak masyarakat yang tidak puas dengan pemerintahan Yazid. Husain pun memanfaatkan kesempatan ini untuk merebut kembali kekuasaan dari Yazid.
Apalagi, ia yakin akan mendapat dukungan dari Muslim di Kufah (Irak). Inilah yang menjadi latar belakang terjadinya Perang Karbala.
Pasukan Husain terkepung
Yazid mengetahui rencana Husain dan segera menyiapkan pasukannya, yang diperkirakan berjumlah antara 3.000 hingga 5.000 orang.
Yazid tidak ikut serta dalam perang dan menyerahkan tanggung jawab komando kepada sepupunya, Ubaidullah bin Ziyad.
Baca Juga: Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Semuanya Serba 'Gelap'
KOMENTAR