Intisari-Online.com -Pembantaian Banyuwangi 1998-1999 adalah salah satu tragedi berdarah yang mengguncang Indonesia pada akhir era Orde Baru.
Ratusan orang yang dicurigai sebagai dukun santet dibunuh secara brutal oleh kelompok orang yang disebut sebagai ninja.
Peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999 ini bermula dari usaha Purnomo Sidik, bupati Banyuwangi saat itu, untuk melindungi dukun atau orang-orang yang memiliki kemampuan gaib.
Namun, rencana baik ini malah berbalik menjadi bencana.
Surat elektronik yang berisi data orang-orang yang diduga sebagai dukun, tersebar dan sampai ke tangan sekelompok orang.
Akibatnya, data tersebut menjadi sumber informasi bagi kelompok tertentu untuk melakukan aksi brutal, seperti penyerangan, penganiayaan, dan pembunuhan berantai terhadap orang-orang yang dicap sebagai dukun santet di Banyuwangi.
Tidak hanya dukun santet, pembunuhan massal ini juga menargetkan kalangan santri dan kiai di Banyuwangi
Pembunuhan terhadap kalangan santri, kiai, dan guru agama ini diduga kuat berkaitan dengan motif politik.
Pemicu
Kejadian mengerikan yang dikenal sebagai Pembantaian Banyuwangi 1998 bermula dari usaha Purnomo Sidik, yang saat itu menjabat sebagai bupati Banyuwangi, untuk mandata dukun atau orang-orang yang memiliki kemampuan gaib.
Baca Juga: Mengapa Peristiwa Sejarah Bersifat Unik?
Pada 6 Februari 1998, Purnomo Sidik mengirimkan surat elektronik kepada semua pejabat pemerintah mulai dari tingkat kecamatan hingga desa, untuk melakukan pendataan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai dukun santet.
Surat elektronik tersebut merupakan instruksi resmi dari bupati.
Tujuan dari pendataan ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada orang-orang yang dianggap memiliki ilmu hitam di Banyuwangi.
Namun, rencana baik ini malah berbalik menjadi bencana. Surat elektronik yang berisi data orang-orang yang diduga sebagai dukun, tersebar dan sampai ke tangan sekelompok orang.
Akibatnya, data tersebut menjadi sumber informasi bagi kelompok tertentu untuk melakukan aksi brutal, seperti penyerangan, penganiayaan, dan pembunuhan berantai terhadap orang-orang yang dicap sebagai dukun santet di Banyuwangi.
Sebelum surat elektronik dari Purnomo Sidik dikeluarkan pada Februari 1998, sudah ada beberapa kasus pembunuhan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai dukun santet di Banyuwangi.
Dari Januari hingga Maret 1998, tercatat ada lima kasus pembunuhan terhadap dukun santet di Banyuwangi.
Jumlah korban pembunuhan meningkat menjadi puluhan orang pada September 1998.
Pada September 1998, Bupati Purnomo Sidik kembali mengirimkan surat elektronik yang berisi penegasan terkait instruksi sebelumnya, yaitu pendataan orang-orang yang memiliki kemampuan gaib untuk melindungi mereka dari kekerasan.
Namun, setelah pemerintah melakukan pendataan, tragedi pembantaian terhadap orang-orang yang dituding sebagai dukun santet, malah semakin meluas.
Dalam sehari, dikabarkan ada dua hingga sembilan orang yang dibunuh di Banyuwangi.
Baca Juga: Ini Daftar Weton Sakti, Rahasia Kebal Santet yang Tersembunyi di Kalender Jawa
Menargetkankalangan santri
Tidak hanya dukun santet, pembunuhan massal ini juga menargetkan kalangan santri dan kiai di Banyuwangi.
Kalangan santri, kiai, atau guru agama di Banyuwangi yang dituduh sebagai dukun santet, dibantai oleh kelompok orang misterius.
Pembunuhan terhadap kalangan santri, kiai, dan guru agama ini diduga kuat berkaitan dengan motif politik.
Mayjen TNI Djoko Subroto, yang saat itu menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya, menyatakan bahwa pembunuhan yang terjadi pada Januari hingga Juli 1998, kemungkinan memang dipicu oleh motif kebencian terhadap dukun santet.
Namun, ia tidak menyangkal bahwa pembunuhan yang merajalela di Banyuwangi pada Agustus hingga September 1998, telah dimanfaatkan oleh unsur-unsur lain.
Situasi politik nasional yang sedang krisis saat itu menjadi salah satu faktor teror terhadap masyarakat Banyuwangi.
Saat itu, mulai bermunculan aksi demonstrasi untuk mendesak Soeharto mundur setelah terpilih kembali sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR pada Maret 1998.
Banyuwangi yang terkenal sebagai kawasan tapal kuda Nadhlatul Ulama (NU), diduga sengaja dipilih sebagai sasaran kekerasan dengan motif politik.
Karena juga menargetkan kalangan santri, peristiwa pembantaian dukun santet di Banyuwangi ini sering disebut sebagai Operasi Naga Hijau.
Total korban
Pada 7 Oktober 1998, pihak kepolisian Jawa Timur mengumumkan hasil investigasi terkait jumlah korban pembantaian dukun santet di Banyuwangi.
Berdasarkan data pihak kepolisian, ada 85 korban meninggal, tiga orang terluka parah, dan tujuh terluka ringan.
Polisi juga melaporkan telah mengevakuasi 227 orang yang dicurigai sebagai dukun santet.
Sedangkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi mendata ada 115 korban dari peristiwa pembunuhan dukun santet.
NU juga membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menginvestigasi jumlah korban dari tragedi berdarah ini.
Hasilnya, NU melaporkan terjadi pembunuhan berantai dengan isu dukun santet yang bermula di Banyuwangi, kemudian meluas hingga ke 10 kabupaten lain.
Menurut hasil pendataan yang dilakukan NU, ada 163 korban meninggal dari lima daerah tapal kuda di Jawa Timur, yakni di Banyuwangi, Pasuruan, Pamekasan, Sumenep, dan Probolinggo.
Investigasi juga dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya yang menemukan data 157 korban meninggal dan 10 orang terluka parah dalam tragedi pembantaian dukun santet Banyuwangi.
Selain itu, rumah-rumah para korban juga dirusak oleh kelompok orang tidak dikenal.
Siapa pelaku dan dalangnya?
Hingga kini, belum diketahui secara pasti siapa pelaku atau dalang di balik pembantaian dukun santet di Banyuwangi.
Namun, aksi-aksi pembunuhan massal nan keji itu diketahui dilakukan oleh kelompok orang yang disebut sebagai ninja.
Mereka berpakaian serba hitam dan diketahui memakai alat komunikasi berupa handy talky
Ada beberapa versi cerita yang menyebut bahwa para ninja tersebut adalah orang-orang terlatih dan bekerja secara sistematis.
Polisi kemudian menangkap 80 orang yang diduga sebagai pelaku, aktor intelektual, penyandang dana, dan eksekutor dalam Pembantaian Banyuwangi 1998.
Meski demikian, dalang utama dalam kasus Pembantaian Dukun Santet Banyuwangi, tidak pernah ditangkap.
Hingga kini, belum diketahui secara pasti siapa pelaku atau dalang di balik pembantaian dukun santet di Banyuwangi.
Namun, aksi-aksi pembunuhan massal nan keji itu diketahui dilakukan oleh kelompok orang yang disebut sebagai ninja.
Mereka berpakaian serba hitam dan diketahui memakai alat komunikasi berupa handy talky.
Ada beberapa versi cerita yang menyebut bahwa para ninja tersebut adalah orang-orang terlatih dan bekerja secara sistematis.
Peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999 ini merupakan salah satu tragedi berdarah yang belum terungkap hingga kini.
Baca Juga: Tanaman-Tanaman yang Bisa Menangkal Santet dan Mahluk Gaib Menurut Tradisi Jawa