Intisari-Online.com - Perang Shiffin adalah perang saudara pertama dalam sejarah Islam, yang melibatkan dua kubu besar, yaitu kubu Ali dan kubu Muawiyah.
Perang ini dipicu oleh penolakan Muawiyah untuk membaiat Ali sebagai khalifah, karena diduga tidak mampu menuntaskan kasus pembunuhan Utsman.
Tragedi ini baru berakhir dengan peristiwa tahkim yang terjadi dalam perang.
Namun apa sebenarnya peristiwa tahkim? Apa juga yang menjadi latar belakang perang shiffin?
Simak ulasan selengkapnya dalam artikel berikut ini.
Latar Belakang
Setelah Rasulullah wafat, terjadi perbedaan pendapat di antara para sahabat tentang siapa yang berhak menjadi khalifah selanjutnya dan di mana jenazah Nabi harus dikuburkan.
Sahabat Anshar mengklaim bahwa mereka layak menjadi khalifah karena mereka telah membantu Nabi dalam menyebarkan Islam.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa khalifah harus berasal dari Bani Hasyim, keluarga Nabi.
Salah satu masalah politik yang memperkeruh suasana adalah pembunuhan Utsman oleh sekelompok pemberontak, yang membuat Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syam dan kerabat Utsman, menuntut Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah untuk menghukum para pembunuhnya.
Baca Juga: Perang Badar: Inspirasi Umat Muslim Indonesia Melawan Agresi Militer Belanda Pada Bulan Ramadhan
Karena Ali tidak dapat memenuhi tuntutan itu, Muawiyah menolak untuk mengakui kekhalifahan Ali, dan akhirnya terjadilah perang saudara pertama dalam sejarah Islam, yang dikenal sebagai Perang Shiffin.
Singkatnya, Perang Shiffin dipicu oleh penolakan Muawiyah untuk membaiat Ali, yang diduga tidak mampu menuntaskan kasus pembunuhan Utsman.
Jalannya Perang
Melansir kompas.com, perang ini melibatkan dua kubu besar, yaitu kubu Muawiyah yang dipimpin oleh Amr bin Al-Ash, dan kubu Ali yang dipimpin oleh Malik bin Al-Harith.
Muawiyah membawa 120.000 tentara dari Damaskus, sementara Ali memiliki sekitar 90.000 tentara.
Kedua kubu bertemu di Shiffin, Suriah, dan mulai bertempur pada tanggal 26 Juli 657.
Ali turut berperang di garis depan bersama Malik bin Harith untuk mengomandoi tentaranya.
Sedangkan Muawiyah hanya mengamati dari belakang dan menyerahkan komando kepada Amr bin Al-Ash.
Pada awal perang, kubu Muawiyah mendapat keunggulan hingga Amr nyaris membunuh Ali.
Namun, kemudian pasukan Ali bangkit dan membalikkan keadaan.
Malik bin Harith melancarkan serangan dahsyat yang membuat Muawiyah hampir kabur.
Akhir Perang
Setelah perang berlangsung selama tiga hari, kubu Muawiyah merasa akan kalah, sehingga mengusulkan untuk melakukan arbitrase.
Dalam tiga hari itu, kubu Muawiyah kehilangan sekitar 45.000 tentara, dan 25.000 dari kubu Ali.
Perang Shiffin berakhir dengan peristiwa tahkim, yaitu kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan mereka dengan cara musyawarah.
Pihak Khulafaur Rasyidin mengutus Abu Musa al-Asy'ari sebagai wakilnya, sedangkan pihak Muawiyah I diwakili oleh Amr bin Al-Ash.
Peristiwa tahkim ini menghasilkan keputusan bahwa pembunuhan Utsman adalah perbuatan zalim dan Ali menyetujui semua syarat yang diajukan oleh Muawiyah untuk menghentikan perang.
KOMENTAR