Namun, VOC tidak berhenti mengejar Amangkurat III dan akhirnya berhasil menemukannya di Bali pada tahun 1719.
VOC menawarkan perdamaian kepada Amangkurat III asalkan ia mau mengakui kekuasaan Pakubuwana I, putra Pangeran Puger yang telah dinobatkan sebagai raja Mataram baru oleh VOC.
Amangkurat III menolak tawaran VOC dan bersikeras bahwa ia adalah raja Mataram yang sah.
Ia juga tidak mau meninggalkan istri dan anak-anaknya di Bali untuk kembali ke Jawa.
Akhirnya, VOC memutuskan untuk menangkap Amangkurat III secara paksa dan membawanya ke Batavia sebagai tahanan politik.
Dari Batavia, ia kemudian diasingkan ke Sri Lanka, sebuah pulau di Samudra Hindia yang saat itu dikuasai oleh Belanda.
Di Sri Lanka, Amangkurat III hidup dalam pengawasan ketat VOC.
Ia tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan keluarga atau pengikutnya yang masih di Jawa atau Bali.
Ia juga tidak diberi fasilitas yang layak sebagai seorang raja. Ia tinggal di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Colombo, ibu kota Sri Lanka.
Ia wafat di sana pada tahun 1734, dalam usia sekitar 50 tahun.
Amangkurat III adalah raja Mataram terakhir yang berusaha mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan kerajaannya dari campur tangan VOC.
Ia juga adalah raja Mataram pertama yang meninggal di luar tanah Jawa. Konon, ia membawa beberapa harta pusaka warisan Mataram ke Sri Lanka, seperti pusaka Kyai Ageng Plered dan Kyai Ageng Suryoputro.
Namun, harta pusaka tersebut tidak pernah dikembalikan ke Jawa dan nasibnya tidak diketahui.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR