Belanda Diizinkan Dirikan Benteng di Mataram pada Masa Raja yang Tega Habisi Ulama-ulama Ini

Ade S

Editor

Amangkurat I.Tentara Belanda diizinkan mendirikan benteng di Kerajaan Mataram pada masa raja ini yang sohor akan kezalimannya ini memimpin. Dampaknya sangat buruk.
Amangkurat I.Tentara Belanda diizinkan mendirikan benteng di Kerajaan Mataram pada masa raja ini yang sohor akan kezalimannya ini memimpin. Dampaknya sangat buruk.

Intisari-Online.com -Kesultanan Mataram adalah salah satu kerajaan Islam terbesar di Nusantara yang mencapai puncak keemasannya pada masa Sultan Agung.

Namun, setelah kematiannya, kerajaan ini mengalami kemunduran akibat kebijakan-kebijakan raja berikutnya yang kontroversial.

Salah satunya adalah Amangkurat I, raja keempat Mataram yang berkuasa dari 1646 hingga 1677.

Ia dikenal sebagai raja yang kejam dan bengis, karena sering membunuh orang-orang yang tidak setia atau menentangnya.

Bahkan, ia juga membantai ulama dan siapa saja yang dicurigai sebagai lawannya.

Selain itu, ia juga melakukan hal yang tak terduga: ia mengizinkan tentara Belanda mendirikan benteng di kerajaan Mataram.

Kekejaman Amangkurat I

Amangkurat I naik takhta dengan nama lengkap Sultan Amangkurat Senapati ing Alaga Ngabdur Rahman Sayidin Panatagama, setelah Sultan Agung mangkat.

Ia berambisi untuk melanjutkan kejayaan Kesultanan Mataram yang dibangun oleh ayahnya.

Namun, ia memiliki sifat yang sangat berbeda dengan Sultan Agung, bahkan dijuluki sebagai raja yang bengis.

Baca Juga: Pengaruh Islam dalam Bidang Kesenian yang Mempercepat Proses Islamisasi Seperti Terjadi di Kerajaan Mataram

Dalam Babad ing Sengkala, disebutkan bahwa pada 1647 Amangkurat I memindahkan ibu kota dari Kotagede ke Plered.

Sejak awal berkuasa, ia kerap membunuh para pejabat yang dianggap tidak taat dan kurang hormat kepadanya.

Beberapa di antara mereka adalah Tumenggung Wiraguna, Pangeran Alit, dan Pangeran Pekik, ayah mertuanya sendiri.

Amangkurat I pernah berselingkuh dengan istri Tumenggung Wiraguna, dan kemudian membunuhnya ketika ia sedang menyerbu Kerajaan Blambangan atas perintahnya.

Pangeran Alit memberontak melawan kakaknya dengan dukungan dari para ulama, tetapi pemberontakan itu berhasil dipadamkan dan Pangeran Alit pun tewas.

Setelah itu, Amangkurat I menghabisi ulama dan siapa saja yang dicurigai sebagai lawannya.

Menurut catatan Rijcklof van Goens, Gubernur-Jenderal Hindia Belanda 1678-1681, sekitar 5.000 hingga 6.000 orang yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak dibantai.

Bersekutu dengan VOC

Berbeda dengan Sultan Agung, Amangkurat I sangat lemah terhadap Belanda. Ia bahkan lebih memilih bersekutu dengan VOC daripada mengandalkan dukungan rakyatnya sendiri.

Sejak awal berkuasa, Amangkurat I melakukan perjanjian dengan VOC yang pada dasarnya Mataram harus mengakui kekuasaan politik VOC di Batavia.

Setiap tahunnya, VOC juga mengirimkan utusan ke Mataram, yang pada akhirnya ikut campur urusan politik kerajaan.

Baca Juga: 5 Faktor Pendorong Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno Menuju Kejayaan

Bahkan di masa Amangkurat I, Belanda diperbolehkan untuk membangun benteng di Kerajaan Mataram. Setelah mendapat izin untuk membangun benteng di wilayah Kerajaan Mataram, ternyata tindakan Belanda semakin seenaknya.

Secara bertahap, wilayah kerajaan menyusut akibat aneksasi yang dilakukan Belanda sebagai balasan atas intervensinya dalam perselisihan di kalangan keluarga kerajaan.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa masa pemerintahan Amangkurat I adalah awal dari kemerosotan Kerajaan Mataram Islam.

Ketidakpuasan rakyat dan para pejabat istana pun mencapai puncaknya saat raja diketahui bermusuhan dengan putranya sendiri, Pangeran Adipati Anom.

Ya, tentara Belanda diizinkan mendirikan benteng di Kerajaan Mataram pada masa raja Amangkurat I yang sohor akan kezalimannya.

Baca Juga: 3 Faktor yang Menyebabkan Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno ke Daerah Timur Pulau Jawa

Artikel Terkait