Intisari-online.com -Pakubuwono III adalah raja kedua Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1749-1788.
Ia adalah raja Jawa pertama yang dilantik oleh Belanda, sebagai akibat dari perjanjian yang dibuat oleh ayahnya, Pakubuwono II, dengan VOC.
Masa pemerintahannya diwarnai oleh berbagai konflik internal dan eksternal, yang berujung pada perpecahan Kerajaan Mataram menjadi dua bagian: Surakarta dan Yogyakarta.
Nama kecil Pakubuwono III adalah Raden Mas Suryadi. Ia lahir di Kartasura pada 24 Februari 1732, putra dari Pakubuwono II dan GKR Hemas, putri Pangeran Purbaya Lamongan.
Ketika usianya 17 tahun, Raden Mas Suryadi dilantik menjadi raja oleh Baron von Hohendorff, gubernur VOC untuk Jawa Utara, sesuai wasiat Pakubuwono II kepadanya, untuk menobatkan Raden Mas Suryadi sebagai raja selanjutnya.
Dengan begitu, Pakubuwono III menjadi raja Jawa pertama yang dilantik oleh pejabat VOC. Hal ini dapat terjadi karena saat itu wilayah Surakarta telah menjadi milik VOC, sesuai kesepakatan dengan Pakubuwono II.
Sebelum wafatnya, Pakubuwono II telah menyerahkan sebagian besar wilayah pantai utara Jawa dan Madura kepada VOC, sebagai imbalan atas bantuan VOC dalam menghadapi pemberontakan Tionghoa pada tahun 1740-an.
Perlawanan Pangeran Mangkubumi
Penobatan Pakubuwono III dihadapkan pada dilema politik dan perebutan kekuasaan.
Pasalnya, kala itu Pangeran Mangkubumi (adik Pakubuwono II) dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa (keponakan Pakubuwono II) bekerjasama untuk memberontak terhadap Kasunanan Surakarta.
Pemberontakan ini dikenal sebagai Perang Takhta Jawa Ketiga, yang berlangsung sejak tahun 1746.
Baca Juga: Belanda Diizinkan Dirikan Benteng di Mataram pada Masa Raja yang Tega Habisi Ulama-ulama Ini
Pihak pemberontak sendiri telah mengangkat Pangeran Mangkubumi sebagai Pakubuwono III dan Pangeran Sambernyawa sebagai patihnya pada tanggal 12 Desember 1749 di basis pertahanan mereka.
VOC segera mengirim pasukan untuk membantu Pakubuwono III, tetapi pemberontakan terus berlanjut.
Baru pada tahun 1752 terjadi perpecahan antara Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Sambernyawa.
VOC segera menawarkan perdamaian dengan Pangeran Mangkubumi.
Perundingan dilakukan dan berakhir dengan kesepakatan Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755.
Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti adalah perjanjian antara VOC, pihak Kerajaan Mataram yang diwakili oleh Pakubuwono III, dan Pangeran Mangkubumi.
Perjanjian tersebut secara resmi membagi kekuasaan Mataram kepada Pakubuwono III dan Pangeran Mangkubumi.
Perjanjian ini ditandatangani di Desa Janti (sekarang Dusun Kerten, Desa Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah).
Berdasarkan hasil perjanjian yang telah disepakati, Pangeran Mangkubumi tidak diperbolehkan menggunakan gelar susuhunan.
Ia kemudian memilih gelar sultan yang bergelar Hamengkubuwana I dan membangun kerajaan baru bernama Kesultanan Yogyakarta.
Baca Juga: Akhir Tragis Amangkurat I, Dari Penguasa Mataram hingga Pengungsi di Tegal
Wilayah kekuasaan Hamengkubuwana I meliputi daerah Mataram bagian selatan, seperti Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Sleman.
Sementara itu, Pakubuwono III tetap menguasai daerah Mataram bagian utara, seperti Surakarta, Klaten, Boyolali, Sragen, dan Karanganyar.
Dengan demikian, Perjanjian Giyanti mengakhiri konflik antara Pakubuwono III dan Pangeran Mangkubumi, sekaligus melahirkan dua kerajaan baru di Jawa: Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Perjanjian ini juga menandai berakhirnya kekuasaan Kerajaan Mataram yang pernah menyatukan sebagian besar Pulau Jawa.
Akhir Hayat
Pakubuwono III memerintah Surakarta selama 39 tahun. Ia meninggal dunia pada 26 September 1788 di Karaton Surakarta.
Ia dimakamkan di Astana Girilayu, Imogiri.
Ia digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Subadya atau Pakubuwono IV.