Sebelumnya, Belanda diminta agar mengembalikan benda-benda itu jika negara asalnya memintanya.
Salah satu koleksi yang akan dikirim kembali ke Indonesia adalah “harta karun Lombok” yang berisi batu permata, batu mulia, emas, dan perak.
Menurut catatan sejarah, harta karun yang beratnya ratusan kilogram itu dirampok oleh tentara kolonial Belanda dari Istana Cakranegara dan desa-desa di sekitarnya setelah Perang Lombok berakhir pada 1894.
“(Ini) kali pertama kami mengembalikan benda-benda yang seharusnya tidak ada di Belanda,” kata Menteri Kebudayaan Belanda Gunay Uslu.
“Tapi kami tidak hanya mengembalikan objek. Kami sebenarnya sedang memasuki periode di mana kami lebih intensif bekerja sama dengan Indonesia dan Sri Lanka,” tambahnya.
Perang Lombok: Kisah Pemberontakan Sasak
Pada akhir abad ke-19, Pulau Lombok mengalami sebuah peristiwa bersejarah yang disebut Perang Lombok. Perang ini dipicu oleh ketidakpuasan Suku Sasak, penduduk asli Lombok, terhadap kekuasaan Kerajaan Mataram yang berasal dari Bali.
Suku Sasak merasa diperlakukan tidak adil oleh raja Mataram, Anak Agung Made Karangasem, yang mengubah kebijakan bebas upeti menjadi wajib upeti dan memaksa mereka untuk berperang demi kepentingan kerajaan.
Tidak hanya itu, raja Mataram juga sering melakukan tindakan sewenang-wenang seperti merampas harta benda, memecat pejabat lokal, dan mengambil anak-anak Sasak untuk dijadikan budak.
Karena merasa tidak tahan lagi, Suku Sasak pun memberontak pada tahun 1891 dengan dipimpin oleh seorang tokoh bernama Guru Bangkol. Mereka menyerang dan membakar rumah-rumah orang-orang Bali di Lombok.
Raja Mataram tidak tinggal diam. Ia mengirim pasukan besar untuk menumpas pemberontakan. Perang antara Sasak dan Mataram pun berkecamuk selama tiga tahun.
Baca Juga: Kisah Kyai Surti dan Dewi Suryawati, Pembawa Harta Karun Mataram Islam dari Pantai Karang Bolong
KOMENTAR