Pada bulan Oktober 1945, ia terpilih menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) yang merupakan lembaga eksekutif sementara yang bertugas membantu presiden dan wakil presiden dalam menjalankan pemerintahan.
Ia juga menjadi ketua fraksi Islam di BP KNIP.
Kemudian menjadi salah satu tokoh politik yang berpengaruh dalam masa revolusi fisik melawan Belanda.
Pada tahun 1946, ia terlibat dalam Konferensi Malino yang merupakan pertemuan antara tokoh-tokoh dari berbagai daerah di Indonesia untuk membahas masalah persatuan nasional.
Ia mewakili golongan Islam dan menentang gagasan pembentukan negara-negara federal di Indonesia.
Berpendapat bahwa Indonesia harus tetap bersatu sebagai satu negara kesatuan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pada tahun 1947, ia terlibat dalam Konferensi Investigasi Calcutta yang merupakan pertemuan antara delegasi Indonesia dan Belanda di bawah pengawasan PBB untuk membahas masalah penyelesaian konflik antara kedua belah pihak.
Ia mewakili golongan Islam dan menuntut agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia secara utuh dan tanpa syarat.
Pendirian NII
Pada tahun 1949, Belanda dan Indonesia menandatangani Perjanjian Roem-Royen yang mengakhiri Agresi Militer Belanda II dan membuka jalan untuk Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
KMB menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dengan syarat bahwa Indonesia harus menjadi bagian dari Uni Indonesia-Belanda dan mengakui kedaulatan Belanda atas Papua Barat.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR