Disebutkan dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe, ia terhasut Mahapati karena tidak puas dengan jabatan yang didapatkannya sebagai Adipati Tuban.
Selain itu, pemberontakan juga dipicu oleh kekesalan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih.
Ranggalawe menganggap jabatan itu seharusnya diberikan kepada pamannya, Lembu Sora, yang berjasa lebih besar.
Akan tetapi, Lembu Sora justru tidak setuju dengan Ranggalawe dan tetap mendukung Nambi sebagai patih.
Ketika Ranggalawe merasa bahwa tuntutannya diabaikan, ia memilih untuk membuat kekacauan di istana yang dimanfaatkan oleh Mahapati.
Setelah Ranggalawe membuat kekacauan di istana, Lembu Sora menegur agar ia meminta maaf kepada raja.
Namun Ranggalawe mengabaikan nasehat Lembu Sora dan memilih untuk kembali ke Tuban.
Hal ini yang dimanfaatkan Mahapati, dengan menyampaikan kepada Nambi bahwa Ranggalawe tengah menyusun peberontakan.
Mahapati juga meminta izin untuk menyusun pasukan untuk menyerang Ranggalawe.
Mendengar kabar tersebut, Ranggalawe segera menyusun pasukan untuk menghadangnya.
Pada akhirnya, pertempuran pun pecah di dekat Sungai Tambak Beras, Jombang.
Ranggalawe harus melawan pasukan Majapahit yang dipimpin Nambi, Kebo Anabrang, dan Lembu Sora.
Pecahnya pertempuran tersebut memberi dampak terhadap Kerajaan Majapahit, yaitu:
1. Terbunuhnya Ranggalawe oleh Kebo Anabrang
2. Lembu Sora yang tidak terima keponakannya terbunuh lantas menikam Kebo Anabrang hingga tewas.
3. Pemberian ampunan terhadap pasukan Ranggalawe oleh Raden Wijaya.
4. Munculnya fitnah Mahapati terhadap Lembu Sora akhirnya dicap sebagai pemberontak yang telah membunuh Kebo Anabrang, yang nantinya menjadi penyebab pemberontakan Lembu Sora.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR