Intisari-Online.com - Sungai Tambak Beras, Jombang, menjadi saksi bisu pertempuran Ranggalawe dan Kebo Anabrang.
Mereka adalah orang-orang penting Majapahit dan orang-orang kepercayaan Raden Wijaya.
Tetapi pada akhirnya mereka saling berhadapan.
Ranggalawe tewas di tangan Kebo Anabrang, sementara Lembu Sora yang tak terima dengan kematian keponakannya kemudian menghabisi nyawa Kebo Anabrang.
Ranggalawe adalah salah satu sahabat setia Raden Wijaya, pendiri Majapahit, yang turut berjasa dalam membangun kerajaan.
Ia menjadi Adipati Tuban, tetapi di kemudian hari ia tidak puas hanya diberi posisi ini.
Sementara Kebo Anabrang merupakan panglima perang Majapahit yang baru pulang dari seberang, ia adalah sosok yang sudah terbiasa melihat banjir darah serta berlayar di lautan darah.
Bagaimana pertempuran mereka dimulai dan seperti apa kisah tragis kematian dua punggawa Majapahit ini?
Bermula dari pemberontakan Ranggalawe terhadap Majapahit. Kapan tepatnya pemberontakan ini terjadi sering terjadi perbedaan pendapat.
Tetapi disebutkan dalam Kitab Pararaton bahwa perlawanan Ranggalawe adalah pemberontakan pertama di Kerajaan Majapahit yang diperkirakan terjadi pada 1295, setelah kematian Raden Wijaya. Sementara Kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa Raden Wijaya meninggal pada 1309.
Meski Nagarakretagama memiliki banyak data yang lebih akurat dibanding Pararaton, para sejarawan meyakini Pemberontakan Ranggalawe terjadi pada 1295.
Hal tersebut didukung oleh fakta lain yang menyatakan bahwa Ranggalawe diduga meninggal pada 1295.
Pararaton menyebut Pemberontakan Ranggalawe disebabkan oleh hasutan seorang pejabat licik bernama Mahapati.
Sejak berdirinya Kerajaan Majapahit, Mahapati sangat senang mengadu domba hingga menyebabkan permusuhan di antara para sahabat Raden Wijaya.
Dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe, konon, Adipati Tuban itu merasa tidak puas pada posisi yang diberikan padanya.
Selain itu, juga karena kekesalannya atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih.
Menurutnya, jabatan itu seharusnya diberikan kepada pamannya, Lembu Sora, yang jasanya lebih besar.
Di sisi lain, Lembu Sora sendiri justru tidak setuju dengan Ranggalawe dan tetap mendukung Nambi sebagai patih.
Ketika tuntutannya diabaikan, Ranggalawe memilih untuk membuat kekacauan di istana.
Hal itu kemudian dimanfaatkan oleh Mahapati untuk menghasut Nambi. Mahapati melaporkan bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan dan meminta izin kepada Nambi untuk menyerangnya.
Ranggalawe yang mendengar serangan tersebut segera menyiapkan pasukan untuk menghadang prajurit Majapahit.
Terjadilah pertempuran antara pasukan Ranggalawe dan pasukan Majapahit yang dipimpin Nambi, Kebo Anabrang, dan pamannya sendiri, Lembo Sora.
Dalam pertempuran di dekat Sungai Tambak Beras itu, Ranggalawe terbunuh oleh Kebo Anabrang.
Kematian Lembu Sora
Ternyata, meski Lembu Sora berada di kubu Majapahit, ia tetap tidak terima dengan perlakuan kejam Kebo Anabrang terhadap keponakannya.
Baca Juga: Sejarah Singkat Bola Voli, Siapa Sangka Dulunya Diciptakan dari Kombinasi Beberapa Permainan Ini
Lembu Sora pun membunuh Kebo Anabrang yang sudah menghilangkan nyawa keponakannya.
Dalam rangkaian kematian orang-orang penting Majapahit, pada akhirnya Lembu Sora menjadi salah satunya.
Setelah pertempuran itu, Mahapati kembali beraksi, mengatakan Lembu Sora sebagai pemberontak yang telah membunuh Kebo Anabrang.
Ia menghasut pejabat istana dan menyatakan bahwa Lembu Sora harus dihukum mati.
Meski Raden Wijaya menolak usulan itu karena hukuman mati dirasa terlalu berat, tetapi kemudian Lembu Sora tewas dengan cara yang tak kalah kejam.
Lembu Sora justru difitnah akan melakukan pemberontakan ketika menuju istana untuk menemui raja.
Ketika sampai di istana bersama Juru Demung dan Gajah Biru, mereka langsung dihadang oleh pasukan Majapahit di bawah pimpinan Nambi lalu pertempuran tak dapat dielakkan.
Lembu Sora tewas dalam pertempuran itu bersama dua pengikutnya.
(*)