Intisari-Online.com -Memerintah antara tahun 1350-1389 masehi, Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit.
Bergelar Sri Rajasanagara setelah resmi menjadi raja, Hayam Wuruk adalah raja terbesar dalam sejarah Kerajaan Majapahit yang memerintah didampingi oleh Patih Gajah Mada.
Hayam Wuruk diangkat sebagai raja ketika baru berusia 16 tahun, menggantikan ibunya, Tribhuwana Tunggadewi, yang mundur setelah 21 tahun berkuasa.
Selama 39 tahun (1350-1389 M) berkuasa, Hayam Wuruk disebut-sebut sebagai raja Majapahit terbesar atau paling utama.
Keberhasilannya membawa Majapahit menuju puncak kejayaan tidak lepas dari bantuan Mahapatih Gajah Mada.
Melansir Kompas.com, pada saat Hayam Wuruk dan Gajah Mada menjalankan pemerintahan, seluruh kepulauan Indonesia bahkan Jazirah Malaka mengibarkan panji-panji Majapahit.
Sumpah Palapa yang dinyatakan Gajah Mada pun terlaksana, dengan daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, ditambah Tumasik (Singapura) dan sebagian Kepulauan Filipina.
Selain itu, kerajaan ini memiliki hubungan dengan Campa (Thailand), Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, Vietnam, dan Tiongkok.
Majapahit juga mempunyai armada angkatan laut yang tangguh di bawah pimpinan Mpu Nala.
Dengan kekuatan militer dan strateginya, Majapahit mampu menciptakan stabilitas di wilayahnya.
Sementara dalam bidang ekonomi, Majapahit menjadi pusat perniagaan di Asia Tenggara dengan komoditas ekspor terdiri dari lada, garam, dan kain.
Mata uangnya terbuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga.
Namun, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk juga terjadi Perang Bubat dan tragedi kisah cintanya dengan Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Kerajaan Galuh (Sunda).
Melansir berbagai sumber, setahun setelah memerintah, tahun 1351, Hayam Wuruk ingin menikahi puteri Raja Galuh atau Pajajaran (Tanah Sunda), Dyah Pitaloka Citraresmi.
Pada awalnya, Pajajaran setuju.
Dengan catatan, Majapahit tidak bermaksud merebut kekuasaan Kerajaan Galuh.
Namun, seiring perjalanan menuju upacara pernikahan, Mahapatih Gajah Mada mendesak Kerajaan Galuh (Sunda) untuk menyerahkan puteri Dyah Pitaloka Citraresmi sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit.
Kerajaan Galuh tentu menolaknya hingga pecah pertempuran yang mahadahsyat yakni Perang Bubat.
Dalam Perang Bubat, rombongan kerajaan Galuh tewas.
Tidak seorangpun dari rombongan Kerajaan Galuh yang tersisa dalam Perang Bubat.
Dyah Pitaloka pun gugur dalam Perang Bubat.
Dalam waktu beberapa tahun, Galuh menjadi wilayah Majapahit.
Dyah Pitaloka sendiri dikabarkan masih saudara sedarah dengan Hayam Wuruk karena Raden Wijaya (penerus takhta Kerajaan Sunda ke-26) adalah putra Rakyan Jayadarma yang menikah dengan Dyah Lembu Tal yang merupakan keturunan Ken Arok.
Rakyan Jayadarma adalah putra mahkota Kerajaan Pakuan dari Prabu Guru Darmasiksa.
Rakeyan Jayadarma mati diracun oleh saudara kandungnya sendiri untuk merebut tampuk kekuasaan.
Kemudian Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya ke Jawa Timur.
Gajah Mada mengingatkan kepada Hayam Wuruk bahwa Dyah Pitaloka masih satu darah dengan dia sehingga tidak boleh menikah.
Namun, Hayam Wuruk bersikeras untuk menikahi Dyah Pitaloka.
Gajah Mada kemudian menyampaikan kepada rombongan kerajaan Sunda bahwa tidak akan ada perkawinan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka.
Karena merasa dipermalukan, rombongan Kerajaan Sunda pun menyerang Majapahit demi kehormatan.
Setelah gagal menikahi Dyah Pitaloka, Hayam Wuruk menikah dengan Sri Sudewi yang merupakan putri Wijayarajasa Bhre Wengker.
Dari pernikahan Hayam Wuruk ddan Sri Sudewi, lahirlah Kusumawardhani.
Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak: Kusumawardhani (yang bersuami Wikramawardhana), serta Wirabhumi yang merupakan anak dari selirnya.
Namun yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana.
Setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk tiada, Kerajaan Majapahit terus mengalami kemunduran.