Apabila belum dapat dilunasi, semua pelabuhan di pantai utara sampai ujung paling timur Pulau Jawa harus digadaikan kepada VOC.
Ekspor beras Mataram dan impor barang-barang manufaktur serta tekstil juga menjadi monopoli VOC.
Secara berangsur, wilayah kerajaan menyempit akibat aneksasi yang dilakukan VOC sebagai imbalan atas intervensinya dalam pertentangan di kalangan keluarga kerajaan.
Intrik-intrik dan perselisihan di kalangan bangsawan keraton semakin menghebat setelah Amangkurat II meninggal.
Putranya yang bergelar Amangkurat III sempat menjadi raja, tetapi hanya bertahan selama dua tahun karena VOC menuduhnya terlibat dalam pemberian perlindungan kepada Untung Suropati.
Hal ini semakin mengundang campur tangan VOC dalam perebutan takhta Kerajaan Mataram.
VOC kemudian merekayasa agar paman Amangkurat III, Pangeran Puger, dapat menjadi raja dengan gelar Pakubuwono I.
Lagi-lagi, VOC meminta imbalan yang tertuang dalam kontrak atas jasanya membuat Pakubuwono I (1704-1719) menjadi raja.
Kontrak tersebut membuat Mataram kehilangan haknya atas Cirebon, Periangan, Sumenep, dan Pamekasan.
Serta pelayaran lautnya menjadi semakin terbatas.
Selama abad ke-18, VOC terus melakukan intervensi dalam pergantian penguasa Kerajaan Mataram.
Hal ini kemudian menjadi salah satu sebab meletusnya Perang Diponegoro (1825-1830).
Pada masa pemerintahan raja-raja berikutnya, kondisi Kesultanan Mataram semakin tidak menentu.
Pergolakan pun akhirnya harus diakhiri melalui Perjanjian Giyanti, yang ditandatangani pada 13 Februari 1755.
Perjanjian ini menyebabkan Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Perjanjian Giyanti sendiri merupakan bentuk politik adu domba VOC dengan memanfaatkan perselisihan antara Pangeran Mangkubumi dan Pakubuwono III.
Setelah itu, VOC masih terus memecah belah kekuasaan Mataram yang berakhir dengan Perjanjian Salatiga (1757), yang membagi Kasunanan Surakarta dengan Pura Mangkunegaran.
Selanjutnya, pada 1813, Kasultanan Yogyakarta dibagi juga dengan Pura Pakualaman.
Dan hampir di semua proses suksesi dan perpecahan itu VOC terlihat di dalamnya.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR