Saat Kerajaan Giri Kedaton Takluk Di Tangan Maram Islam Yang Ekspansif

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Saat Sultan Agung menjadi raja, Mataram Islam menghendaki supaya Giri Kedaton alias Sunan Giri menjadi wilayah bawahan.
Saat Sultan Agung menjadi raja, Mataram Islam menghendaki supaya Giri Kedaton alias Sunan Giri menjadi wilayah bawahan.

Saat Sultan Agung menjadi raja, Mataram Islam menghendaki supaya Giri Kedaton alias Sunan Giri menjadi wilayah bawahan.

Intisari-Online.com -Giri ternyata tak sekadar pusat penyebaran agama Islam pada abad 15.

Lebih dari itu, di sana juga berdiri sebuah kerajaan yang jamak dikenal sebagai Kesunanan Giri alias Giri Kedaton.

Kesunanan ini punya posisi strategis dan spiritualis di Jawa Timur.

Tapi kesunana ini akhirnya takluk di tangan Mataram Islam yang ekspansif.

Giri Kedaton dipimpin oleh seorang penguasa yang bergelar susuhunan, eksis mulai abad 15 hingga abad 17.

Setelah Giri ditaklukkan oleh Kesultanan Mataram pada tahun 1636, penguasa Giri bergelar panembahan.

Seperti disebut di awal, Giri punya posisi tersendiri dalam penyebaran Islam.

Oleh karena itu, tempat ini menjadi tempat persinggahan para santri dan penyebar agama Islam.

Para calon sultan di Demak, Pajang, dan Mataram selalu meminta selalu legitimasi ke Giri Kedaton untuk memperkuat pengaruhnya.

Bagaimanapunmasyarakat Jawa menganut prinsip kekuasaan menurun, yakni bahwasaanya kekuasaan turun dari Tuhan.

Babad ing Gresik menyebut pesantren Giri sebagai "kerajaan Giri" dan dipimpin oleh Raden Paku, dengan mengangkat dirinya sebagai "Raja Pendhita" dan bergelar Prabu Satmita.

H. J. de Graaf dan Samuel Wiselius juga menyebut pesantren Giri sebagai "Kerajaan Ulama".

Menurut beberapa sumber, Giri Kedaton mengalami masa keemasan di bawah kepemimpinan Sunan Prapen tahun 1548–1605.

Hampir semua peristiwa penting yang menyangkut perubahan kepemimpinan di pusat kerajaan Islam pada waktu itu harus dilakukan di Giri Kedaton.

Sunan Prapen disebut sebagai sosok yang melantik Sultan Adiwijaya sebagai Sultan Pajang pertama.

Dia juga menjadi mediator pertemuan antara Adiwijaya dengan para bupati Jawa Timur tahun 1568.

Dalam pertemuan itu, para bupati Jawa Timur sepakat mengakui kekuasaan Pajang sebagai kelanjutan Kesultanan Demak.

Sunan Prapen juga menjadi juru damai peperangan antara Panembahan Senopati raja Mataram melawan Jayalengkara bupati Surabaya tahun 1588.

Peperangan itu dilatarbelakangi oleh penolakan para bupati Jawa Timur terhadap kekuasaan Senopati yang telah meruntuhkan Kesultanan Pajang.

Tidak hanya itu, Sunan Prapen hampir selalu menjadi pelantik setiap ada raja Islam yang naik takhta di segenap penjuru Nusantara.

Saat menjadi raja Mataram Islam, Sultan Agung menghendakisupayaGiri Kedaton tunduk sebagai daerah bawahan.

Pada 1630 Giri Kedaton di bawah pimpinan Panembahan Kawis Guwa menolak kekuasan Mataram.

Tidak seorang pun perwira Mataram yang berani menghadapi Giri.

Rupanya mereka masih takut akan kekeramatan Walisongo meskipun dewan tersebut sudah tidak ada lagi.

Sultan Agung pun menunjuk iparnya, yaitu Pangeran Pekik putra Jayalengkara dari Surabaya untuk menghadapi Giri.

Semangat pasukan Mataram bangkit karena Pangeran Pekik merupakan keturunan Sunan Ampel, sementara Panembahan Kawis Guwa adalah keturunan Sunan Giri.

Bagaimanapun juga, Sunan Giri adalah murid Sunan Ampel.

Perang akhirnya dimenangkan oleh Mataram atas penaklukkan Giri sekitar tahun 1636.

Panembahan Kawis Guwa dipersilakan untuk tetap memimpin Giri dengan syarat harus tunduk kepada Mataram.

Sejak saat itu wibawa Giri pun memudar.

Pengganti Panembahan Kawis Guwa tidak lagi bergelar Sunan Giri, melainkan bergelar Panembahan Ageng Giri.

Gelar ini memengaruhi penguasa Kerajaan Tanjungpura di Kalimantan Barat ketika memeluk Islam menggunakan gelar Panembahan Giri Kusuma.

Giri Kedaton yang sudah menjadi bawahan Mataram kemudian mendukung pemberontakan Trunojoyo dari Madura terhadap pemerintahan Amangkurat I.

Panembahan Ageng Giri aktif mencari dukungan untuk memperkuat barisan pemberontak.

Puncak pemberontakan terjadi tahun 1677 di mana Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan. Amangkurat I sendiri tewas dalam pelarian.

Putranya yang bergelar Amangkurat II datang ke Kadilangu untuk menemui Panembahan Natapraja salah satu sosok sesepuh keturunan Sunan Kalijaga yang dianggap bijaksana dan kuat serta memiliki pasukan yang siap membantu Amangkurat II, selain itu Amangkurat juga bersekutu dengan VOC untuk melancarkan aksi pembalasan.

Amangkurat II yang menjadi raja tanpa takhta berhasil menghimpun dukungan dan kekuatan yang akhirnya dapat menghancurkan pemberontakan Trunojoyo akhir tahun 1679.

Sekutu Trunojoyo yang bertahan paling akhir adalah Giri Kedaton.

Pada bulan April 1680 serangan besar-besaran terhadap Giri dilancarkan oleh Panembahan Natapraja dari Adilangu dan juga didukung oleh VOC yang membantu Amangkurat II.

Murid andalan Giri yang menjadi panglima para santri bernama Pangeran Singosari gugur dalam peperangan setelah berduel melawan Panembahan Natapraja.

Jumlah Pasukan Adilangu (pasukan Natapraja) hanya sedikit namun dapat memporak porandakan pasukan Giri Kedaton.

Peristiwa ini tercatat dalam Babad Trunajaya-Surapati.

Begitulah kisah bagaimana Giri Kedaton akhirnya benar-benar takluk dari Mataram Islam.

Artikel Terkait