Masa muda Amangkurat I sebelum jadi raja Mataram Islam ternyata sudah badung. Dia pernah menculik istri tercantik Tumenggung Wiraguna hingga membuat Sultan Agung geram.
Intisari-Online.com -Setelah serangkaian kejayaan, juga dua kekalahan beruntun dari VOC, Sultan Agung akhirnya ambruk.
Kali ini karena sakit sakit.
Saat itulah seluruh urusan pemerintahan diurus oleh Tumenggung Wiraguna hingga kematian Sang Sultan pada 1645.
Kedudukan Sultan Agung sebagai raja Mataram Islam lalu digantikan oleh anak kesepuluhnya bernama Raden Mas Sayyidin.
Gelar yang dia pakai cukup mentereng: Amangkurat I.
Kok bisa anak kesepuluh menjadi raja Mataram Islam?
HJ De Graaf dalam buku Disintegrasi Mataram Di Bawah Amangkurat I menulis, Raden Mas Sayyidin bukan anak tertua Sultan Agung.
Dia adalah anak kesepuluh Sultan Agung, dari permaisuri keduanya, Raden Ayu Wetan.
Sementara permaisuri pertama bernama Kanjeng Ratu Kulon telah diusir dari keraton setelah melahirkanseorang putra bernama Raden Mas Sahwawrat.
Sumber-sumber terkait Mataram Islam tak menyebutkan alasan pengusirannya.
Setelah itu Raden Ayu Wetan pun menduduki posisi sebagai permaisuri pertama.
Soal asal-usul Raden Ayu Wetan, ada yang menyebutnya sebagai keturunan Raja Batang.
Sementara sumber lain menyebut bahwa Raden Ayu Wetan adalah putri Kerajaan Cirebon.
Raden Mas Sayyidin adalah putra tertua Raden Ayu Wetan yang setelah kepergian permaisuri pertama namanya diubah menjadi Kanjeng Ratu Kulon.
Raden Mas Sayyidin lahir pada 1619.
Ada beberapa nama yang pernah disematkan kepada Sang Putra Mahkota.
Selain Raden Mas Sayyidin, dia juga pernah dipanggil dengan sebutan Jibus, lalu Rangkah, lalu gelar resminya sebagai putra mahkota, Arya Mataram.
Setelah naik taktha, dia dikenal sebagai Mangkurat atau Amangkurat, tepatnya Amangkurat I.
Sementara gelar anumertanya adalah Amangkurat Tegalarum, sesuai dengan tempat di mana dia meninggal dunia.
Sosok yang dipercaya untuk menggembleng pendidikan Raden Mas Sayyidin adalah patih Tumenggung Danupaya.
Saat masuk usia dewasa, Sultan Agung mengawinkan Raden Mas Sayyidin dengan putri Pangeran Pekik dari Surabaya pada 1643.
Terang belaka itu adalah perkawinan politik, mengingat sebelumnya hubungan Surabaya dan Mataram Islam benar-benar buruk.
Surabaya sendiri adalah wilayah yang susah ditaklukkan oleh Mataram Islam, bahkan sejak zaman Panembahan Senopati.
Dan karena pernikahan itu, ikatan antara Mataram Islam dan Surabaya kini semakin erat.
Menurut De Graaf, anak pertama dari pernikah itu meninggal di usia yang sangat muda.
Sementara anak kedua mereka lahir dengan sehat hingga tumbuh dewasa.
Kelak putra kedua ini kita kenal sebagai Sunan Amangkurat II--yang sempat terlibat kisruh asmara dengan ayahnya sendiri.
Saat masih berstatus Putra Mahkota, Raden Mas Sayyidin ternyata pernah terlibat dalam sebuah komplotan yang memalukan istana dan Sultan Agung.
Dia disebut menculik istri tercantik Tumenggung Wiraguna, salah satu abdi dalem senior kesayangan Sultan Atung.
Perbuatan Raden Mas Sayyidin ini kemudian dilaporkan oleh adik-adiknya, termasuk Pangeran Alit.
Harapan Pangeran Alit, gelar Putra Mahkota dilepas dari Mas Sayyidin, dan diberikan kepadanya.
Tapi ternyata Sultan Agung cuma memarahinya, sementara gelar itu masih melekat kepadanya.
Di sisi lain, Tumenggung Wiraguna yang sangat marah lalu membunuh istri tercantiknya itu setelah dikembalikan oleh Mas Sayyidin.
Begitulah masa muda Amangkurat I yang kontroversial itu.