Kisah Amangkurat III, Raja Mataram Islam dengan Kekuasaaan Singkat yang Ditolak Rakyat dan Diburu VOC

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Amangkurat III
Ilustrasi - Amangkurat III

Intisari-online.com - Amangkurat III adalah raja Mataram yang menggantikan ayahnya, Amangkurat II, pada tahun 1703.

Namun, ia hanya berkuasa selama dua tahun karena mengalami banyak masalah dan tantangan dari dalam dan luar kerajaan.

Ia akhirnya terpaksa melarikan diri dari Kartasura dan meninggal di Sri Lanka sebagai tawanan VOC.

Amangkurat III memiliki nama asli Raden Mas Sutikna atau Sunan Mas.

Ia adalah putra tunggal Amangkurat II yang selamat dari pemberontakan Trunojoyo pada tahun 1677.

Ia juga dijuluki sebagai Pangeran Kencet karena menderita sakit di bagian tumit.

Ketika Amangkurat II meninggal pada tahun 1703, Raden Mas Sutikna segera mengklaim diri sebagai penerus takhta dengan gelar Amangkurat III.

Namun, ia tidak mendapat dukungan penuh dari para pejabat dan rakyat kerajaan.

Banyak yang meragukan kemampuan dan kelayakan Amangkurat III sebagai raja karena ia dianggap kurang berpengalaman, bengis, dan suka menyiksa.

Selain itu, ada juga yang menginginkan Pangeran Puger, paman Amangkurat III atau adik kandung Amangkurat II, sebagai raja baru.

Pangeran Puger sebelumnya pernah ditunjuk sebagai putra mahkota oleh Amangkurat I, ayah Amangkurat II, tetapi kemudian dicabut karena adanya pemberontakan Trunojoyo.

Baca Juga: Makam Raja-raja Mataram Islam Terdapat di Dua Tempat Ini, Perlu Lepas Hijab?

Pangeran Puger juga dianggap lebih berjasa dalam membantu Amangkurat II mengalahkan Trunojoyo dan membangun kembali kerajaan.

Amangkurat III merasa terancam oleh keberadaan Pangeran Puger dan mencoba menyingkirkannya dengan berbagai cara.

Ia menceraikan Raden Ayu Himpun, putri Pangeran Puger yang menjadi permaisuri pertamanya, dan menggantinya dengan seorang gadis dari desa Onje.

Ia juga pernah mengurung Pangeran Puger sekeluarga di dalam istana karena diduga terlibat dalam pemberontakan Raden Suryakusuma, putra Pangeran Puger.

Pada tahun 1704, Amangkurat III mengirim utusan untuk menangkap Pangeran Puger, tetapi ia lebih dulu melarikan diri ke Semarang.

Di sana, ia mendapat perlindungan dari VOC, perusahaan dagang Belanda yang memiliki kepentingan di Jawa.

VOC menawarkan bantuan kepada Pangeran Puger untuk merebut takhta Mataram dengan syarat ia mau tunduk kepada VOC dan memberikan sebagian wilayah kerajaannya.

Pangeran Puger menerima tawaran VOC dan naik takhta dengan gelar Pakubuwana I pada tahun 1705.

Ia kemudian memimpin pasukan gabungan VOC dan Mataram untuk menyerbu Kartasura dan mengusir Amangkurat III.

Amangkurat III terpaksa melarikan diri bersama beberapa pengikut setianya ke arah timur.

Ia membawa beberapa pusaka kerajaan seperti tombak Kyai Ageng Pandanaran dan keris Kyai Setan Kober.

Baca Juga: 9 Kerajaan Islam di Indonesia, Termasuk Kerajaan Mataram Islam

Dalam pelariannya, Amangkurat III sempat mendapat bantuan dari Untung Surapati, bupati Pasuruan yang anti VOC.

Namun, ia tidak bisa bertahan lama karena terus dikejar oleh pasukan Pakubuwana I dan VOC.

Ia berpindah-pindah tempat dari Malang ke Blitar, kemudian ke Kediri, hingga akhirnya menyerah di Surabaya pada tahun 1708.

Di Surabaya, Amangkurat III diminta oleh Pangeran Balitar, putra Pakubuwana I, untuk menyerahkan pusaka-pusaka kerajaan.

Namun, ia menolak dan mengatakan bahwa ia lebih baik mati daripada menyerahkan pusaka-pusaka itu.

Akhirnya, VOC memutuskan untuk membawa Amangkurat III ke Batavia dan kemudian mengasingkannya ke Sri Lanka.

Di Sri Lanka, Amangkurat III hidup sebagai tawanan VOC hingga akhir hayatnya.

Ia meninggal pada tahun 1734 dan dimakamkan di Astana Kasultan Agungan, Imogiri, Bantul, Yogyakarta.

Beliau adalah raja Mataram yang paling singkat memerintah dan paling jauh meninggal dari tanah airnya.

Artikel Terkait