Draf tersebut berisi lima sila sebagai berikut:
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Draf Piagam Jakarta ini kemudian diserahkan kepada panitia perancang UUD 1945 untuk ditetapkan sebagai pembukaan UUD 1945 dalam sidang kedua BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945.
Namun, sebelum UUD 1945 disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadi perubahan pada sila pertama Piagam Jakarta atas usulan Drs.Mohammad Hatta dan Mr.Ahmad Subardjo untuk menghapus frasa “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Hal ini dilakukan untuk menghormati keberagaman agama di Indonesia dan menghindari konflik antara kelompok Islam dan non-Islam.
Dengan demikian, sila pertama Piagam Jakarta menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” tanpa tambahan apapun dan disetujui oleh semua anggota PPKI termasuk Mohammad Yamin.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Mohammad Yamin memiliki peran dan kontribusi yang besar dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Ia adalah orang pertama yang mengusulkan lima sila yang mirip dengan Pancasila dalam sidang BPUPKI.
Ia juga menulis draf pembukaan UUD 1945 yang menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi Panitia Sembilan.
Ia juga ikut serta dalam rapat Panitia Sembilan yang menghasilkan Piagam Jakarta sebagai draf pembukaan UUD 1945.
Ia juga ikut menyetujui perubahan pada sila pertama Piagam Jakarta menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” tanpa tambahan apapun.
Oleh karena itu, Mohammad Yamin layak dihormati dan dihargai sebagai salah satu perumus Pancasila yang terlupakan.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR