Intisari-online.com - Salah satu komponis besar Indonesia yang lahir di Jakarta pada 11 Mei 1914 adalah Ismail Marzuki.
Kemuain Ismail Marzuki adalah sosok pahlawan Indonesia yang meninggal pada 25 Mei 1958.
Ia dikenal sebagai sosok pahlawan Indonesia yang berjuang melalui seni musik.
Berikut adalah artikel yang saya tulis ulang dengan kalimat berbeda:
Beliau merupakan keturunan Betawi yang sejak kecil sudah menyukai seni musik.
Ayahnya adalah seorang pemain rebana yang sering berdendang, sementara ibunya wafat saat ia masih bayi.
Pada usia 17 tahun, Ismail Marzuki menciptakan lagu pertamanya yang berjudul "O Sarinah" pada tahun 1931.
Lagu ini menggunakan bahasa Belanda dan bercerita tentang seorang gadis pribumi yang mencintai seorang pemuda Belanda.
Lagu ini menunjukkan kemampuan Ismail Marzuki dalam mengolah bahasa dan melodi.
Kemudian, Ismail Marzuki bergabung dengan perkumpulan musik Lief Java sebagai pemain gitar, saxophone, dan harmonium pompa pada tahun 1936.
Di sini ia belajar banyak tentang musik keroncong, musik klasik, dan musik tradisional.
Baca Juga: Sosok Ini Jadi Saksi Pertemuan Indonesia vs Argentina, Sebut Maradona Pesepakbola Yang Tak Sombong
Ia juga menciptakan beberapa lagu keroncong yang populer, seperti Keroncong Serenata, Roselani, dan Nina Bobo.
Pada tahun 1940, Ismail Marzuki menikah dengan Eulis Zuraidah, seorang primadona dari klub musik di Bandung.
Mereka kemudian mengadopsi seorang anak perempuan bernama Rachmi.
Pada masa pendudukan Jepang, Ismail Marzuki tetap aktif dalam dunia musik dengan bergabung dengan orkestra radio militer Jepang.
Ia juga menciptakan beberapa lagu yang menggambarkan keadaan bangsa Indonesia saat itu, seperti Melati di Tapal Batas dan Selendang Sutra.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Ismail Marzuki semakin giat menciptakan lagu-lagu nasional yang menggugah semangat patriotisme.
Beberapa lagu terkenalnya adalah Halo-Halo Bandung, Gugur Bunga, Rayuan Pulau Kelapa, Indonesia Pusaka, dan Ibu Kita Kartini.
Lagu-lagu ini menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga persatuan.
Ismail Marzuki juga berkontribusi dalam dunia seni peran dengan menjadi penulis skenario dan pengarah musik untuk beberapa film nasional.
Beberapa film yang melibatkan karyanya adalah Djaoeh Dimata (1948), Darah dan Doa (1950), Embun (1951), dan Lagu Kenangan (1953).
Ia juga menjadi pemimpin Orkes Studio Jakarta di RRI dan menciptakan lagu Pemilihan Umum untuk menyemarakkan Pemilu 1955.
Ismail Marzuki meninggal dunia pada 25 Mei 1958 di usia 44 tahun karena penyakit diabetes.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara kenegaraan.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, namanya diabadikan sebagai nama sebuah taman seni di Jakarta yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM) di kawasan Cikini.
Dia juga dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2004 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Kisah perjuangan Ismail Marzuki dalam melestarikan budaya Indonesia melalui seni musik adalah inspirasi bagi generasi muda.
Ia menunjukkan bahwa seni musik bukan hanya hiburan semata, tetapi juga sarana untuk menyuarakan aspirasi, menyampaikan pesan, dan membangkitkan semangat.
Karya-karya Ismail Marzuki adalah warisan budaya yang harus kita lestarikan dan apresiasi.