Sosok Yap Thiam Hien, Sang Pendekar Keadilan Indonesia yang Berani Membela Kaum Tersingkir

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Foto - Yap Thiam Hien
Foto - Yap Thiam Hien

Intisari-online.com -Yap Thiam Hien adalah seorang pengacara Indonesia keturunan Tionghoa Aceh yang lahir di Banda Aceh pada tanggal 25 Mei 1913.

Ia berasal dari keluarga Cabang Atas, yaitu golongan baba bangsawan di Hindia Belanda.

Namun, ia tidak terpaku dengan kepentingan elit dan justru berpihak pada kaum minoritas dan terpinggirkan yang sering mengalami diskriminasi dan penindasan.

Sejak kecil, Yap Thiam Hien sudah menunjukkan sikap memberontak dan membenci segala bentuk ketidakadilan.

Ia dibesarkan oleh ibu asuhnya yang berasal dari Jepang, Sato Nakashima, yang memberinya kemesraan keluarga dan rasa etis yang kuat.

Juga mendapatkan pendidikan Eropa setelah ayahnya memohon status hukum disamakan dengan bangsa Eropa.

Ia kemudian melanjutkan studinya di Universitas Leiden di Belanda dan meraih gelar Master de Rechten, ahli hukum, pada tahun 1947.

Setelah kembali ke Indonesia, Yap Thiam Hien memulai karirnya sebagai pengacara di Jakarta.

Dia membuka kantor hukum bersama John Karwin pada tahun 1950, dan kemudian bergabung dengan kantor hukum Lie Hwee Yoe.

Ia membuka kantor hukum sendiri pada tahun 1970. Sejak itu, ia berjuang untuk hak asasi manusia dan untuk keadilan dan kesetaraan bagi etnis minoritas dan kaum miskin.

Beliau adalah salah satu pendiri PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia) dan menjabat sebagai ketuanya.

Baca Juga: Sosok Ini Jadi Saksi Pertemuan Indonesia vs Argentina, Sebut Maradona Pesepakbola Yang Tak Sombong

Yap Thiam Hien tidak segan-segan membela siapa pun yang diperlakukan tidak adil oleh penguasa atau pihak berkuasa.

Ia menolak ketika pemerintah memaksa warga Tionghoa mengganti nama pada masa Soekarno.

Baginya, identitas tidak bisa disetip dan menghilangkan identitas adalah pelanggaran hak asasi manusia.

Ia juga menolak ketika Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden dan kembali ke UUD 1945.

Baginya, dalam hal perlindungan hak asasi manusia, UUD Sementara 1950 lebih baik daripada UUD 1945.

Kemudian menunjuk Pasal 6 UUD 1945 kala itu - "Presiden ialah orang Indonesia asli" - yang disebutnya tidak adil dan mengabaikan pluralisme.

Pada masa Orde Baru, Yap Thiam Hien tetap kritis terhadap pemerintah yang sering melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

Ia mau membela Soebandrio, bekas wakil perdana menteri yang sebenarnya juga musuh politiknya, yang dituduh terlibat dalam G30S/PKI.

Bahkan juga mau membela para aktivis mahasiswa yang ditangkap karena melakukan demonstrasi menentang pemerintah.

Yap Thiam Hien mau membela para tahanan politik Papua yang dituduh melakukan makar terhadap negara.

Karena sikapnya yang berani itu, Yap Thiam Hien sering mendapat ancaman dan intimidasi dari pihak-pihak yang tidak senang dengan perjuangannya.

Baca Juga: Punya Peran Pentin Saat Kemerdekaan Indonesia Tapi Sosok Ini Harus Merasakan Sedihnya Mati Tanpa Kejelasan

Ia pernah ditangkap dan dipenjara tanpa alasan yang jelas pada tahun 1966.

Lalu, pernah dituduh sebagai mata-mata asing dan anggota PKI oleh sekelompok orang tak dikenal pada tahun 1978.

Namun, ia tidak pernah gentar dan tetap teguh dengan prinsipnya.

Yap Thiam Hien meninggal dunia pada tanggal 25 April 1989 di Brussels, Belgia, karena sakit jantung.

Ia meninggalkan seorang istri, Tan Gien Khing Nio, dan dua orang anak.

Namanya diabadikan sebagai nama sebuah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan hak asasi manusia di Indonesia oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Yap Thiam Hien adalah sosok inspiratif yang patut diteladani oleh semua orang yang peduli dengan hak asasi manusia dan keadilan sosial.

Artikel Terkait