Jawabannya adalah karena uang hasil korupsi tersebut juga digunakan oleh Soeharto untuk membiayai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Medan pada 22 Juni 1996.
KLB ini merupakan upaya Soeharto untuk menggulingkan Megawati dari posisi ketua umum PDI dan menggantinya dengan Soerjadi, yang lebih loyal kepada rezim Orde Baru.
Soeharto merasa terancam dengan popularitas Megawati sebagai putri dari Presiden Sukarno, pendiri bangsa Indonesia yang dicopot oleh Soeharto pada 1966.
Megawati juga dinilai sebagai sosok oposisi yang berani mengkritik kebijakan-kebijakan Soeharto yang tidak pro-rakyat.
Oleh karena itu, Soeharto berusaha untuk melemahkan PDI sebagai partai politik terbesar ketiga setelah Golkar dan PPP.
Untuk melancarkan rencana kudeta politiknya, Soeharto memerintahkan aparat keamanan dan intelijen untuk mendukung kubu Soerjadi dalam KLB PDI di Medan.
Selain itu, ia juga memberikan dana sebesar Rp 5 miliar dari YDM kepada Soerjadi untuk membiayai acara tersebut.
Dengan bantuan uang dan kekuasaan, Soerjadi berhasil mengambil alih kepemimpinan PDI dari Megawati secara tidak sah.
Namun, tindakan Soeharto ini menimbulkan kemarahan dari para pendukung Megawati dan rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan politik.
Mereka menolak hasil KLB PDI di Medan dan tetap mengakui Megawati sebagai ketua umum PDI yang sah.
Mereka juga melakukan aksi-aksi protes dan unjuk rasa di berbagai daerah untuk menuntut pengembalian hak-hak politik PDI.
Baca Juga: Kisah Megawati Soekarnoputri Nyaris jadi Korban dalam Peristiwa Pengboman Cikini
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR