Sosok Soerjadi Mantan Ketua PDI yang Merekrut Megawati Soekarnoputri, Berawal dari Pizza Hut

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Sosok Soerjadi (Kanan) dan Megawati Soekarnoputri (Kiri).
Ilustrasi - Sosok Soerjadi (Kanan) dan Megawati Soekarnoputri (Kiri).

Intisari-online.com -Soerjadi adalah seorang politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI dan Ketua Umum PDI.

Ia merupakan salah satu tokoh nasionalis yang berkontribusi bagi perkembangan partai banteng.

Namun, ia juga menghadapi berbagai rintangan dan konflik, baik dari internal maupun eksternal partai.

Salah satu momen penting dalam karier politik Soerjadi adalah ketika ia berhasil mengajak Megawati Soekarnoputri, putri dari proklamator Indonesia Soekarno, untuk bergabung dengan PDI pada tahun 1987.

Keputusan ini ternyata berdampak besar bagi elektabilitas partai, yang sebelumnya selalu menjadi partai terbawah di setiap pemilu.

Menurut Wikipedia, keberhasilan mengajak Megawati ke PDI bermula ketika Soerjadi mengajaknya makan di restoran Pizza Hut di Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Di sana, ia meyakinkan Megawati bahwa PDI adalah partai yang sesuai dengan ideologi dan cita-cita Soekarno.

Ia juga menjanjikan bahwa Megawati akan mendapat posisi strategis di partai.

Selain Megawati, Soerjadi juga menggaet beberapa tokoh lain yang dekat dengan keluarga Soekarno, seperti Guruh Soekarnoputra, Taufik Kiemas, dan Sophan Sophiaan.

Dengan demikian, ia berharap bahwa PDI dapat menjadi wadah bagi para pengagum dan penerus Soekarno.

Namun, rencana Soerjadi tidak berjalan mulus. Keberadaan Megawati di PDI justru menimbulkan kecemburuan dan ketidakpuasan dari sebagian kader partai, terutama mereka yang berasal dari fraksi PNI.

Baca Juga: JanjiKi Ageng Pemanahan Kepada Sosok Ini, Kelak Keturunannya Akan Ada Yang Jadi Raja Mataram Islam

Mereka merasa bahwa Megawati tidak memiliki pengalaman dan kapasitas politik yang cukup untuk memimpin partai.

Selain itu, pemerintah Orde Baru juga tidak senang dengan kepopuleran Megawati di kalangan rakyat.

Mereka khawatir bahwa Megawati akan menjadi ancaman bagi kekuasaan Soeharto, yang selama ini berusaha menekan pengaruh Soekarno.

Oleh karena itu, pemerintah berusaha untuk mengintervensi dan menggoyang kepemimpinan PDI.

Pada tahun 1993, Soerjadi terpilih kembali sebagai Ketua Umum PDI dalam kongres partai di Medan.

Namun, ia dituduh terlibat dalam kasus penculikan kader PDI oleh orang-orang tak dikenal.

Kasus ini diduga merupakan skenario pemerintah untuk menjatuhkan Soerjadi dan menggantikannya dengan orang yang lebih loyal kepada rezim.

Akibatnya, Soerjadi menjadi terisolasi dan tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai ketua umum.

Ia juga tidak dapat menghadiri sidang MPR pada tahun 1993.

Dalam sidang tersebut, Megawati mewakili PDI dan menyampaikan pidato kritis yang mengecam kebijakan pemerintah.

Pidato ini membuat Megawati semakin disorot dan disukai oleh publik.

Baca Juga: Kisah Megawati Soekarnoputri Nyaris jadi Korban dalam Peristiwa Pengboman Cikini

Melihat situasi ini, sebagian besar kader PDI mendukung Megawati untuk menggantikan Soerjadi sebagai ketua umum.

Pada tahun 1994, dalam rapat pleno DPP PDI di Surabaya, Megawati secara resmi terpilih sebagai ketua umum baru.

Namun, keputusan ini tidak diakui oleh pemerintah dan sebagian kader PDI yang masih setia kepada Soerjadi.

Terjadilah peristiwa Kudatuli pada 27 Juli 1996, ketika kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat diserbu oleh massa pendukung Soerjadi yang dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI.

Penyerbuan ini bertujuan untuk mengambil alih kantor DPP PDI dari tangan pendukung Megawati.

Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat.

Beberapa kendaraan dan gedung terbakar. Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan.

Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Budiman Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara.

Menurut laporan Komnas HAM, akibat peristiwa Kudatuli, 5 orang meninggal dunia, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, dan 23 orang hilang.

Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia.

Dokumen dari Komnas HAM menyebut pertemuan tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya dipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca Juga: Kisah Megawati Soekarnoputri Nyaris jadi Korban dalam Peristiwa Pengboman Cikini

Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto, Kolonel Joko Santoso, dan Alex Widya Siregar.

Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.

Peristiwa Kudatuli menjadi titik balik bagi perjuangan PDI dan Megawati. Peristiwa ini menumbuhkan simpati dan dukungan rakyat kepada Megawati dan partainya.

Peristiwa ini juga menjadi salah satu faktor pemicu gerakan reformasi yang akhirnya menggulingkan rezim Soeharto pada tahun 1998.

Setelah reformasi, PDI berubah nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada tahun 1999.

Partai ini menjadi partai pemenang pemilu 1999 dengan perolehan suara sebesar 33,74 persen.

Megawati pun menjadi presiden RI kelima pada tahun 2001 setelah menggantikan Abdurrahman Wahid yang diberhentikan oleh MPR.

Sejak saat itu, PDI-P menjadi salah satu partai besar dan berpengaruh di Indonesia.

Partai ini juga menjadi partai penguasa sejak tahun 2014 hingga sekarang dengan mengusung Joko Widodo sebagai presiden RI ketujuh dan kedelapan.

Megawati masih menjabat sebagai ketua umum PDI-P hingga saat ini.

Artikel Terkait