Salah satunya adalah Kiai Abdul Wahab Chasbullah, salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Ia menyarankan kepada Presiden Soekarno untuk mengundang semua tokoh politik untuk saling bermaaf-maafan di Istana Negara pada hari raya Idul Fitri tahun 1948.
Tujuannya adalah untuk meredam konflik dan perseteruan yang mengancam persatuan bangsa.
Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian lahir istilah halal bihalal yang berarti saling menghalalkan atau membersihkan diri dari dosa-dosa.
Istilah ini kemudian menyebar dan menjadi tradisi khas masyarakat Indonesia hingga sekarang.
Halal bihalal menjadi salah satu cara untuk menjaga silaturahmi dan kerukunan antar sesama.
Halal bihalal juga memiliki makna spiritual yang mendalam bagi umat Islam.
Halal bihalal merupakan wujud dari rasa syukur atas nikmat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah puasa Ramadan atau haji.
Halal bihalal juga merupakan wujud dari rasa taubat atas segala kesalahan dan kekhilafan yang telah dilakukan selama setahun.
Halal bihalal juga merupakan wujud dari rasa cinta kasih dan persaudaraan yang harus terus dipelihara dan ditingkatkan.
Oleh karena itu, mari kita jaga tradisi halal bihalal ini sebagai salah satu warisan budaya bangsa yang bermakna positif.
Baca Juga: Begini Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri Sesuai Sunnah Dengan Arti
Mari kita manfaatkan momen halal bihalal ini untuk saling mempererat tali persaudaraan dan membangun kebersamaan dalam bingkai NKRI.
Mari kita ikuti jejak Mangkunegoro 1 dan Kiai Wahab Chasbullah yang telah memberikan contoh baik bagi kita semua.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR