Intisari-online.com - Idul Fitri merupakan momen yang dinanti-nanti oleh umat Islam di seluruh dunia. Namun, di Indonesia, tak jarang terjadi perbedaan kapan Idul Fitri antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Apa penyebabnya?
Perbedaan ini berasal dari metode yang dipakai oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini dalam menetapkan awal bulan Syawal, yaitu bulan yang menandakan selesainya bulan puasa Ramadan.
Muhammadiyah memakai metode hisab, yaitu perhitungan matematika berdasarkan gerakan bulan dan matahari.
Sedangkan NU memakai metode rukyat, yaitu penglihatan langsung terhadap hilal, yaitu bulan sabit yang tampak setelah matahari terbenam.
Metode hisab dianggap lebih tepat dan obyektif oleh Muhammadiyah karena tidak tergantung pada faktor cuaca, geografis, atau teknis lainnya.
Metode hisab juga sudah dipakai sejak zaman Nabi Muhammad SAW oleh para sahabat dan ulama.
Metode rukyat dianggap lebih sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW oleh NU karena berdasarkan pada hadis-hadis yang menyebutkan bahwa awal bulan harus dilihat dengan mata telanjang.
Metode rukyat juga lebih menghargai kesepakatan umat Islam di suatu wilayah.
Pakar astronomi dan pakar fiqih memiliki pandangan yang berbeda tentang kedua metode ini.
Pakar astronomi cenderung mendukung metode hisab karena lebih ilmiah dan konsisten. Pakar fiqih cenderung mendukung metode rukyat karena lebih mengikuti sumber hukum Islam.
Namun, hisab maupun rukyat memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hisab bisa saja salah jika memakai data atau rumus yang tidak tepat.
Rukyat bisa saja sulit dilakukan jika cuaca buruk atau tidak ada alat bantu yang cukup.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR