Tapi, tutur Mahfud, hingga tahun 2020 laporan tak pernah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu.
Maka, dugaan pencucian uang itu baru diketahui Sri Mulyani saat bertemu PPATK pada 14 Maret 2022.
Itu pun, data yang sampai ke Sri Mulyani adalah soal pelanggaran pajak perusahaan, bukan dugaan pencucian uang di Direktorat Bea Cukai.
"Sehingga ketika diteliti (pihak Kemenkeu) ‘Oh ini perusahaannya banyak hartanya, pajaknya kurang,’. Padahal ini (dugaan pencucian uang) cukai laporannya," tutupnya.
Tanggapan Dirje Bea Cukai
Terkait pernyataan Mahfud MD, Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani langsung angkat bicara.
Dia menjelaskan asal muasal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ekspor emas senilai Rp 189 triliun, seperti yang disebut Menko Polhukam Mahfud MD, itu.
Dilansir Kompas.com, Asko cerita, saat itu 2016 petugas Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai di Soekarno-Hatta melakukan penindakan atau pencegahan terhadap satu perusahaan yang melakukan eksportasi emas.
Pencegahan tersebut dilakukan lantaran eksportir mengaku yang diekspor merupakan perhiasan, yang nyatanya adalah ingot emas seberat 218 kilogram dengan nilai 6,8 juta dollar AS.
Kemudian kasus ini sampai ke pengadilan, dan setelah berkas perkara lengkap (P21), satu tersangka perorangan didakwa.
Namun, pada 2017, Bea Cukai kalah dalam sidang dan pengadilan menyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana.
“Dari hasil P21 yang dilakukan teman-teman Bea Cukai, didakwa satu tersangka perorangan yang kemudian dari pengadilan di tahun 2017 keputusan pengadilan adalah tidak terbukti melakukan perbuatan didakwakan. Jadi dianggap dan dinilai bukan merupakan tindak pidana itu keputusan tahun 2017,” tutur Asko dalam media briefing, Jumat (31/3/2023).
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR