Chan Ting Chong tertangkap dengan 420 gram heroin pada tahun 1985.
Dia mengaku hanya disuruh menyimpan mesin kompresor yang berisi sabu oleh koleganya, seorang warga negara Hong Kong bernama Ahong.
Namun, polisi tidak percaya dengan pengakuannya dan menetapkan dia sebagai tersangka utama.
Chan Ting Chong divonis hukuman mati pada Januari 1986 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dia sempat mengajukan banding dan grasi, namun ditolak oleh Mahkamah Agung dan Presiden Soeharto.
Chan Ting Chong juga sempat mendapat surat keterangan palsu dari rekannya, Maniam Manusamy, yang mengaku sebagai pemilik sabu.
Namun, bukti baru ini tidak mempengaruhi hukuman mati.
Chan Ting Chong dieksekusi mati oleh regu tembak pada 13 Januari 1995 di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Eksekusi mati ini dilakukan setelah lima tahun eksekusi mati terhadap Basri Masse, seorang warga negara Indonesia yang dihukum mati di Malaysia karena kepemilikan 935 gram ganja kering.
Banyak orang Indonesia dan Malaysia percaya bahwa eksekusi mati Chan Ting Chong adalah sebagai balasan atas eksekusi mati Basri Masse.
Hal ini menimbulkan kontroversi dan protes dari pemerintah dan masyarakat Malaysia.
TeddBaca Juga: Polah Suaminya Dibongkar Linda, Istri Teddy Minahasa Kepergok Tenteng Tas Seharga Motor Matik Bongsor di Persidangan
Mereka menilai bahwa hukuman mati adalah pelanggaran hak asasi manusia dan tidak efektif untuk memberantas narkoba.
Namun, pemerintah Indonesia tetap bersikukuh dengan kebijakan hukuman mati bagi pengedar narkoba.
Menurut pemerintah Indonesia, hukuman mati adalah bentuk keadilan dan pencegahan bagi para pelaku kejahatan narkoba yang merusak generasi bangsa.
Kisah tragis Chan Ting Chong menjadi salah satu contoh dari konsekuensi berat yang harus ditanggung oleh para pengedar narkoba di Indonesia.
Hukuman mati menjadi pilihan terakhir bagi pemerintah Indonesia untuk memberantas peredaran narkoba di tanah air.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR