Salah satu novelnya yang terkenal adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang menceritakan kisah cinta tragis antara Zainuddin dan Hayati yang terhalang oleh adat Minangkabau.
Novel ini kemudian diangkat menjadi film dengan judul yang sama pada tahun 2013.
Selain itu, ia juga menulis novel-novel lain seperti Di Bawah Lindungan Ka'bah, Merantau ke Deli, Tenungku Pada Langit Malaya, dan Ayahku.
Selain fiksi, Buya Hamka juga menulis banyak karya nonfiksi yang membahas tentang sejarah, filsafat, tasawuf, tafsir, hadis, fiqih, politik, dan sosial.
Beberapa karyanya yang terkenal adalah Sejarah Umat Islam (6 jilid), Falsafah Hidup (4 jilid), Lembaga Hidup (3 jilid), Tasauf Modern (2 jilid), Kenang-Kenangan Hidup (4 jilid), Tafsir Al-Azhar (30 jilid), Hadis Nabi (2 jilid), dan Fiqih Sunnah (2 jilid).
Karya-karya ini menunjukkan kedalaman dan keluasan ilmu serta pemikiran Buya Hamka tentang Islam dan kemanusiaan.
Sebagai pemikir, Buya Hamka mempromosikan Islam moderat, yaitu Islam yang menghormati keragaman, toleransi, demokrasi, dan kemajuan.
Sikapnya menentang Islam radikal yang cenderung eksklusif, intoleran, otoriter, dan stagnan.
Selain itu, ia juga menolak sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan publik. Menurutnya, Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, yaitu rahmat bagi seluruh alam.
Selain itu, ia juga berpendapat bahwa Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan akal sehat.
Untuk itu, ia mengajak umat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk memajukan peradaban dan kesejahteraan manusia.
Baca Juga: Alasan Buya Hamka Menolak Teori Gujarat dan Pilih Teori Makkah
KOMENTAR