Larang tersebut tertuang dalam hukum adat yang diperkuat dengan paraturan nagari.
Pemanenan ikan dilakukan setahun sekali dengan kesepakatan antara pengelola nagari tersebut. Biasanya, pembukaan Lubuk Larangan di pada musim kemarau atau menjelang Idul Fitri.
Pembukaan atau pemanenan Lubuk Larangan biasanya dilakukan dengan memasang pagar di sekitar kawasan untuk menempelkan jaring.
Penangkapan ikan hanya diperbolehkan menggunakan alat tradisional, supaya penangkapan ikan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Sedangkan ikan yang ditangkap minimal di atas 250 gram. Maksudnya, ikan-ikan yang lebih kecil dapat kesempatan menjadi lebih besar dan bertelur.
Masyarakat menggunakan pakaian adat, yaitu baju Taluaok Balango dan celana lebar yang serba hitam.
Ninik mamak turun ke sungai (Lubuk Larangan) untuk melempar jala pertama.
Hasil ikan yang beratnya di bawah 1 kilogram akan dibagi-bagikan kepada masyarakat secara merata, sedangkan hasil tangkapan ikan di atas 1 kilogram akan di lelang.
Itulah tadi beberapa contaoh tradisi serupa tradisi Sasi, serta bagaimana tradisi tersebut dapat menjadi norma dan dampaknya bagi masyarakat.
Baca Juga: Sejarah Kelas X: Berikan Pula Solusi untuk Mengatasi Tantangan Tersebut!
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR