Tidak ada satupun wali yang melakukan cara-cara kekerasan dalam berdakwah sehingga proses adaptasi, asimilasi dan akulturasi budaya tersebut dapar berjalan dengan harmonis dan minim konflik.
Dengan masuknya ajaran Islam, tidak lalu membuat tradisi Hindu dan Buddha hilang begitu saja.
Jadi, proses masuknya budaya yang baik adalah dengan tidak menggunakan cara-cara yang kasar dan melukai hati, meskipun juga tetap harus mengandung unsur ketegasan.
Hal inilah yang selalu menjadi pegangan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara yang pada saat itu masih menganut agama kepercayaan dan masih banyak ditemui praktik syirik dan musyrik dalam kehidupan sehari-hari.
Namun kiranya strategi dakwah bil lisan, bil hikmah wal mauidlatil hasanah, para wali pun menunjukkan sifat-sifat uswatun hasanah merupakan strategi dakwah yang masih relevan untuk diteladani kembali saat ini.
Tengoklah di masa modern saat ini, berkembangnya cara-cara yang tidak beretika dalam pelaksanaan dakwah Islam, memunculkan kekhawatiran akankah wajah Islam di mata pemeluk agama lain, kemudian membentuk framing dan citra yang buruk?
Berkembangnya pemikiran-pemikiran ekstrim di Indonesia saat ini seolah memberi ruang untuk saling memaki, saling mencaci, saling mencela, berdebat yang tidak ada ujung pangkalnya.
Forum dan kajian dakwah Islam yang dihiasi dengan pernyataan-pernyataan menghasut dan menghina ormas lslam lain, sungguh merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan apabila masih dibiarkan dan tidak dilakukan upaya-upaya perbaikan.
Oleh karena itulah, melalui kalangan pelajar dan remaja, hendaklah kembali digaungkan semangat berdakwah, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kelembutan, keramahan, penuh dengan norma dan sopan santun.
Serta menghindari tindakan kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Songo, diteladani dan dikembangkan dalam frame negara kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku bangsanya ini.
Yang jelas harus ditekankan bahwa dakwah adalah untuk mengajak, bukan untuk mengejek.
Dakwah adalah untuk mengajar, bukan untuk menghajar, dakwah dilakukan untuk membina bukan untuk menghina, dakwah dilakukan untuk mencintai bukan untuk mencaci, dan dakwah dilakukan untuk menasehati, bukan untuk menusuk hati golongan yang lain.
Baca Juga: Ini Persamaan dan Perbedaan Permikiran Jamaludin al-Afghani dan Muhammad Abduh
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR