Intisari-Online.com -Bagaimanakah pendapat Anda terhadap cara-cara dakwah kontemporer dengan menggunakan propaganda media sosial, yang di dalamnya banyak terdapat ujaran kebencian, memaki-maki, kasar dan tidak beradab baik kepada sesama muslim maupun kepada umat lain? Jelaskan!
Pertanyaan mengenaipendapat tentangcara-cara dakwah kontemporer dengan menggunakan propaganda media sosialada dihalaman 308.
Tepatnya padabuku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas X.
Sementara jawabannya, Anda bisa membuka halaman 298 pada sub bab 5. Hikmah dan Pesan Damai dari Dakwah Wali Songo di Tanah Jawa.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, terlebih dahulu telah berkembang agama dan budaya dengan corak Hindu-Buddha.
Bahkan sebelum Hindu dan Buddha berkembang pun, telah didahului dengan perkembangan kepercayaan yang dianggap asli kepercayaan nenek moyang yaitu kepercayan animisme dan dinamisme.
Agama Islam datang sebagai pembaharu, yang tentu saja tidak bisa serta merta merubah begitu saja budaya dan kepercayaan lama yang telah dipegang teguh secara turun temurun oleh masyarakat Nusantara.
Datangnya sebuah kebudayaan baru, tidak akan mungkin langsung mempengaruhi keseluruhan masyarakat, sehingga diperlukan proses yang bertahap dan pelan-pelan.
Para Wali Songo, menyisipkan nilai-nilai dan ajaran Islam sedikit demi sedikit melalui pendekatan budaya yang sudah berkembang di masyarakat.
Sehingga terjadilah apa yang dinamakan akulturasi dan asimilasi budaya yaitu adaptasi budaya lama yang sudah ada, dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan ajaran agama Islam.
Metode dakwah yang dilakukan oleh para Wali Songo benar-benar merangkul dan merengkuh semua lapisan masyarakat.
Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Sunan Gresik Menghapuskan Sistem Kastanisasi
Tidak ada satupun wali yang melakukan cara-cara kekerasan dalam berdakwah sehingga proses adaptasi, asimilasi dan akulturasi budaya tersebut dapar berjalan dengan harmonis dan minim konflik.
Dengan masuknya ajaran Islam, tidak lalu membuat tradisi Hindu dan Buddha hilang begitu saja.
Jadi, proses masuknya budaya yang baik adalah dengan tidak menggunakan cara-cara yang kasar dan melukai hati, meskipun juga tetap harus mengandung unsur ketegasan.
Hal inilah yang selalu menjadi pegangan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara yang pada saat itu masih menganut agama kepercayaan dan masih banyak ditemui praktik syirik dan musyrik dalam kehidupan sehari-hari.
Namun kiranya strategi dakwah bil lisan, bil hikmah wal mauidlatil hasanah, para wali pun menunjukkan sifat-sifat uswatun hasanah merupakan strategi dakwah yang masih relevan untuk diteladani kembali saat ini.
Tengoklah di masa modern saat ini, berkembangnya cara-cara yang tidak beretika dalam pelaksanaan dakwah Islam, memunculkan kekhawatiran akankah wajah Islam di mata pemeluk agama lain, kemudian membentuk framing dan citra yang buruk?
Berkembangnya pemikiran-pemikiran ekstrim di Indonesia saat ini seolah memberi ruang untuk saling memaki, saling mencaci, saling mencela, berdebat yang tidak ada ujung pangkalnya.
Forum dan kajian dakwah Islam yang dihiasi dengan pernyataan-pernyataan menghasut dan menghina ormas lslam lain, sungguh merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan apabila masih dibiarkan dan tidak dilakukan upaya-upaya perbaikan.
Oleh karena itulah, melalui kalangan pelajar dan remaja, hendaklah kembali digaungkan semangat berdakwah, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kelembutan, keramahan, penuh dengan norma dan sopan santun.
Serta menghindari tindakan kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Songo, diteladani dan dikembangkan dalam frame negara kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku bangsanya ini.
Yang jelas harus ditekankan bahwadakwah adalah untuk mengajak, bukan untuk mengejek.
Dakwah adalah untuk mengajar, bukan untuk menghajar, dakwah dilakukan untuk membina bukan untuk menghina, dakwah dilakukan untuk mencintai bukan untuk mencaci, dan dakwah dilakukan untuk menasehati, bukan untuk menusuk hati golongan yang lain.
Baca Juga: Ini Persamaan dan Perbedaan PermikiranJamaludin al-Afghani dan Muhammad Abduh