Intisari - Online.com -Indonesia mengumumkan larangan ekspor batubara di bulan Januari atau sampai tambang batubara Indonesia bisa memenuhi penjualan setidaknya 25% hasil mereka kepada pembeli lokal dengan harga USD 70 per ton.
Hal ini diumumkan Indonesia pada 31 Desember 2021 lalu, mengatakan jika langkah ini dilakukan untuk membantu pembangkit listrik lokal mengamankan batubara yang cukup untuk menyediakan listrik murah.
Tentu saja hal ini membuat pembeli batubara terbesar Indonesia marah.
Negara itu adalah China.
Melansir Asia Times, China malah mungkin harus menjilat ludah sendiri agar kebutuhan batubara negara mereka terpenuhi.
Di tahun 2020 lalu, China menerapkan sanksi perdagangan kepada Australia, yang merupakan penyedia batubara terbesar China sampai tahun 2020 lalu.
Sanksi diberikan karena Australia menuntut agar diadakan penyelidikan internasional mengenai asal usul Covid-19 di China.
Tidak hanya batubara, ekspor yang terdampak meliputi ekspor bahan pangan seperti gandum, daging sapi dan anggur.
Empat komoditas tersebut merupakan komoditas-komoditas yang nilai ekspornya tinggi di Australia.
Kini, China disebut perlu melonggarkan sanksi mereka terhadap impor batubara Australia.
Hal ini untuk mempertahankan suplai listrik yang bisa diandalkan karena tidak bisa menggantungkan pada batubara Indonesia terus-terusan.
China yang mengalami krisis listrik nasional karena harga batubara global meningkat September 2021 lalu berhasil menstabilkan pasokan batubara dengan mendorong produksi batubara di provinsi Shanxi dan mengimpor lebih banyak batubara dari Rusia pada beberapa bulan terakhir.
Harga batubara lokal juga mulai turun bulan lalu.
Namun, larangan ekspor Indonesia dapat menyebabkan kelangkaan batubara di China pada Maret 2022 mendatang jika tidak ada aksi dilakukan untuk mencegah situasi tersebut, menurut laporan penelitian oleh Golden Sun Securities.
Pada akhir September, tiga provinsi timur laut, Liaoning, Jilin dan Heilongjiang, yang merupakan rumah dari hampir 100 juta orang, mengumumkan rencana pemadaman besar-besaran.
Hal ini menyebabkan terganggunya kehidupan sehari-hari warga dan operasi bisnis.
Banyak orang terjebak di elevator, lampu merah dimatikan dan lilin terjual habis.
Pasokan air juga terdampak oleh pemadaman listrik di beberapa distrik.
Pembangkit listrik di provinsi Guangdong juga mengumumkan langkah baru untuk membatasi konsumsi listrik.
Setelah pemerintah pusat masuk dan mendesak provinsi Shanxi dan Mongolia Dalam untuk mendorong hasil batubara, pemadaman listrik dihentikan di kuartal keempat.
Selasa lalu, Biro Statistik Nasional China (NBS) mengatakan harga dari 34 produk batubara termasuk batubara campuran turun pada akhir Desember dari pertengahan Desember, sedangkan harga 12 produk batubara lain termasuk batubara kokas ikut naik.
Liu Xiangdong, seorang peneliti di China Center for International Economic Exchanges, lembaga penelitian di Beijing, mengatakan harga batubara turun, menunjukkan situasi kekurangan pasokan telah berubah lebih baik.
Liu mengatakan larangan ekspor sementara Indonesia akan mendorong harga batubara internasional di jangka pendek tapi tidak akan berdampak besar pada China, yang bisa mendorong hasil batubara dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan negara.
Su Jia, seorang peneliti di Chem365.net, situs industri, mengatakan kepada Securities Daily jika saat China memenuhi konsumsi batubara dengan hasil dalam negeri, dampak larangan ekspor batubara Indonesia ke China akan bisa ditangani.
Su juga mengatakan kebutuhan listrik di pabrik-pabrik China akan menurun pada pertengahan Januari dan pertengahan Februari karena libur Tahun Baru China, mengurangi dampak jangka pendek dari larangan ekspor Indonesia.
Pada 11 bulan pertama di tahun 2021, produksi batubara China mencapai 3.67 miliar ton sementara negara tersebut mengimpor 290 juta ton batubara, papar NBS pada 15 Desember.
Di periode yang sama, China mengimpor 178 juta ton batubara, utamanya batubara uap atau batubara termal, dari Indonesia, menunjukkan 61% dari impor batubara total China, menurut Administrasi Umum Bea Cukai.
Sejak 6 November 2020, China melarang impor batubara dari Australia di tengah memburuknya hubungan dua negara yang telah meningkat menjadi perang dagang bilateral.
Setelah China mengalami krisis listrik September lalu, China mulai mengimpor batubara Australia lagi sebanyak 2.79 juta ton batubara Australia yang tersimpan di pelabuhan China akibat bea cukai yang tertunda.
Pada Selasa lalu, sebuah artikel berjudul "Indonesia menusuk sebuah pisau di punggung China dengan tiba-tiba melarang ekspor batubara" dengan luas beredar di situs-situs berita China.
Artikel itu mengatakan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), kesepakatan perdagangan bebas yang ditandatangani 15 negara-negara Asia-Pasifik termasuk China dan Indonesia mulai efektif pada 1 Januari 2022.
Namun Indonesia secara cepat malah mundur.
Artikel juga mengatakan China baru-baru ini menandatangani kesepakatan baru untuk mendorong impor batubara termal dari Indonesia, yang mengekspor lebih dari 400 juta bahan bakar global di tahun 2020.
"Setelah sementara kehilangan pasokan batubara Indonesia, kami mungkin harus membeli batubara dari Australia. Namun ini seharusnya menjadi langkah terakhir kami," ujar artikel itu, menambahkan China bisa menunggu larangan ekspor batubara Indonesia berakhir sementara impor lebih banyak dari Rusia, Mongolia dan negara-negara lain, atau mendorong produksi lokal.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini