Intisari-Online.com - Tradisi Lipombo atau pemanjangan kepala dimiliki oleh suku ini.
Untuk memanjangkan kepala, maka saat seorang bayi lahir kepalanya akan dibungkus dengan erat menggunakan sebuah kain.
Dengan begitu, seiring waktu akan terbentuk sebuah kepala yang memanjang.
Pengikatan kepala tersebut akan berlangsung minimal selama enam bulan.
Suku Mangbetu merupakan suku yang menjalankan tradisi ini setidaknya hingga 70 tahun yang lalu.
Itu adalah suku yang menetap di bagian utara Kongo, Afrika Tengah.
Setiap suku di dunia tentu memiliki berbagai keunikannya tersendiri, baik dalam ritual, bahasa, maupun fisik.
Begitu pula Suku Mangtebu dengan tradisi Lipombonya. Dengan tradisi tersebut, suku ini pun menjadi mudah dikenali.
Memanjangkan kepala tentunya punya makna tersendiri bagi suku dari Afrika ini.
Bagi mereka, bentuk kepala memanjang merupakan simbol kekuatan, kekuasaan, dan keindahan.
Bukan hanya mengikat kepala selama setahun setelah kelahiran, tetapi bisa juga lebih lama.
Untuk mendapatkan ukuran kepala yang diinginkan, mereka dapat mengikatnya selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Cek Kalender Jawa Januari 2022 Lengkap, Mulai Weton Pasaran hingga Wuku
Bahkan, banyak juga yang melakukannya seumur hidup.
Tetapi tidak diketahui suku mana yang pertama kali memulai praktik memanjangkan kepala ini, apakah Suku Mangtebu atau bukan yang memulainya.
Namun, selain oleh Suku Mangtebu di Afrika, praktik ini telah dilakukan oleh beberapa suku di wilayah lain.
Misalnya Chinookan (Amerika Utara) dan suku Hun (Asia Tengah).
Kemudian pada tahun 1950-an, tradisi ini telah hilang karena kedatangan orang Eropa dan terpengaruh dengan budaya barat.
Tradisi memanjangkan kepala tersebut juga dilarang oleh Pemerintah Belgia, yang kala itu memerintah Kongo.
Beberapa jenazah dengan tengkorak yang lonjong ditemukan di Australia dan Meksiko.
Bentuk kepala suku yang menjalankan tradisi Mangtebu begitu unik dan berbeda dari lainnya, jadi tak heran bila banyak orang yang kemudian mengaitkan tengkorak mereka sebagai tengkorak alien.
(*)