Intisari-Online.com - Presiden Rusia Vladimir Putin sukses membuat orang-orang 'kesengsem' lantaran mengatakan bahwa menghina Nabi Muhammad bukanlah bentuk kebebasan berekspresi.
Putin melanjutkan, perilaku tersebut justru merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan mencederai perasaan orang-orang Islam.
Pernyataan tersebut disampaikan Putin dalam konferensi pers tahunannya pada Kamis (23/12/2021) sebagaimana diwartakan medua Rusia, TASS.
Putin menambahkan, kebebasan berekspresi memiliki batasan dan individu tidak boleh melanggar kebebasan orang lain.
Tak hanya itu, aksi bela Islam Putin juga pernah menarik simpati presiden Chechnya.
Waktu itu, tahun 2017 Presiden Vladimir Putin membahas kerusuhan di Myanmar menyusul serangkaian demonstrasi solidaritas dengan populasi Muslim negara Asia.
Di sela-sela KTT BRICS di China, Putin mengutuk kekerasan di Myanmar, “termasuk kekerasan terhadap Muslim,” dan meminta pemerintahnya untuk mengendalikan situasi.
Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov, yang meminta Rusia untuk memprotes lalu berterima kasih kepada Putin karena mengutuk kekerasan terhadap minoritas Muslim.
Padahal, Chechnya sendiri pernah terlibat Perang dengan Rusia.
Ratusan personel tentara Rusia memasuki Aldi pada 5 Februari 2000.
Perang Chechnya II, yang berlangsung selama hampir 10 tahun.
Tak ayal, ratusan ribu nyawa baik dari personel militer dan wagra sipil melayang.
"Saya telah berulang kali menyatakan bahwa saya adalah prajurit setia presiden kami, siap untuk melaksanakan perintah panglima tertinggi dari segala kerumitan dan untuk mengorbankan hidup saya," tulisnya.
Di tengah demonstrasi untuk mendukung Rohingya waktu itu, Kadyrov telah berjanji untuk "menentang posisi Rusia" jika "mendukung setan yang melakukan kejahatan" di Myanmar.
Kadyrov menggambarkan perlakuan terhadap Rohingya sebagai “genosida.”
PBB memperkirakan hampir 90.000 orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh dalam waktu kurang dari dua minggu.
(*)