Undang-undang perawatan medis Jepang menetapkan bahwa siapa pun yang dites positif, bahkan tanpa gejala, harus dibawa ke pusat medis atau rumah sakit untuk pemantauan.
Peraturan tersebut dikatakan membuat lelah dokter dan perawat di Jepang karena jumlah orang yang terinfeksi virus terlalu besar dan menyebabkan pemborosan sumber daya medis yang serius ketika beberapa pasien sebenarnya tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Untuk mengatasi masalah ini, Jepang mengubah strateginya, menghentikan pengujian yang meluas dan hanya berfokus pada kelompok rentan selama pandemi.
Dengan 29,3% populasi berusia 65 tahun ke atas, Jepang telah menghitung dengan cermat apa yang harus dilakukan.
Mulai 8 Juni 2020, Jepang memutuskan untuk menghentikan pengujian dalam skala besar dan fokus pada karantina hanya di pusat perawatan kesehatan, rumah sakit, daerah pemukiman padat, dan panti jompo.
Tujuan Jepang jelas, yaitu mengurangi jumlah kematian akibat Covid-19 di kalangan orang tua.
Kini, di antara ekonomi terbesar di dunia, Jepang memiliki tingkat kematian Covid-19 terendah.
Sistem kesehatan juga tidak kewalahan, dengan sumber daya medis terselamatkan, dan pemerintah tidak memaksa bisnis untuk tutup.
Jumlah kasus baru per hari yang tercatat di Jepang kini turun menjadi kurang dari 1 kasus/1 juta orang.
Keputusan untuk menghentikan pengujian Covid-19 skala besar di Jepang pun diperhatikan dan dipelajari oleh AS, Inggris, dan banyak negara Eropa.
(*)
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR