Advertorial
Intisari - Online.com -Baru saja Israel mengabarkan warganya disuntik dua dosis tambahan vaksin Covid-19, kini Inggris laporkan lebih dari 100 ribu kasus harian Covid-19 pertama kalinya sejak melakukan tes massal.
Rabu (22/12/2021) kemarin dilaporkan ada 106.122 kasus dibandingkan dengan 90.629 kasus hari Selasa (21/12/2021).
Penyebaran cepat varian Omicron telah mendorong lonjakan kasus di negeri Ratu Elizabeth II dalam tujuh hari terakhir, dengan total 643.219 infeksi, atau melonjak 59%, menurut data Pemerintah Inggris, seperti dilansir Reuters.
Banyak warga yang terpapar Covid-19 harus melaksanakan isolasi di rumah, membuat industri tempat mereka bekerja mengalami kekurangan karyawan.
Sementara itu rumah sakit sudah memperingatkan risiko dampaknya pada keselamatan pasien.
Periode isolasi pasien Covid-19 telah dikurangi dari 10 hari menjadi tujuh hari oleh Pemerintah Inggris.
Namun hal ini hanya berlaku untuk pasien yang mendapatkan hasil negatif pada tes aliran lateral dua hari berturut-turut.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Selasa mengesampingkan pembatasan baru sebelum Natal, dengan mengatakan bahwa ada ketidakpastian tentang tingkat keparahan varian Omicron dan rawat inap.
Tapi, dia tidak mengesampingkan tindakan lebih lanjut setelah liburan Natal jika situasinya memburuk.
Ada 195 pasien dirawat di rumahsakit dengan Omicron hingga Selasa dan 18 orang meninggal akibat varian baru virus corona itu, menurut data terpisah dari Pemerintah Inggris.
Jumlah total pasien Covid-19 di rumah sakit adalah 8.008 orang, naik sedikit dalam tujuh hari terakhir, tetapi masih jauh di bawah level lebih dari 38.000 pada Januari lalu.
Ada 140 kematian dalam 28 hari terakhir dari kasus positif Covid-19, turun dari 172 hari sebelumnya.
Makan buah simalakama booster
Sementara itu program booster atau penguat imunitas tubuh setelah vaksin dinilai pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) malah memperpanjang pandemi Covid-19.
Rabu (22/12/2021) kemarin program itu dikritik oleh pejabat WHO yang menyoroti booster membuat negara-negara miskin kesulitan mendapatkan vaksinasi dosis awal.
WHO menyebut akses yang tidak setara ke imunisasi malah bisa menyebabkan lebih banyak varian bermutasi dan tidak akan segera bisa keluar dari krisis.
"Program booster cenderung memperpanjang pandemi, daripada mengakhirinya, dengan mengalihkan pasokan ke negara-negara yang sudah memiliki cakupan vaksinasi tingkat tinggi, memberi virus lebih banyak kesempatan untuk menyebar dan bermutasi,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus selama briefing berita seperti dilansir dari CNBC, Kamis (23/12).
WHO menyatakan sikap seperti ini lantaran pejabat kesehatan di AS mempromosikan suntikan booster vaksin bagi semua penduduk di atas usia 16 tahun akibat lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron.
Israel juga Selasa kemarin umumkan dosis keempat vaksin Covid-19 kepada lansia di atas 60 tahun.
“Kami ingin orang-orang dapat berkumpul” selama liburan, Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky mengatakan dalam sebuah wawancara Rabu di CNN.
“Dan pertemuan yang aman termasuk, tentu saja, divaksinasi, idealnya didorong dan memastikan bahwa semua orang yang Anda kumpulkan juga divaksinasi dan didorong.”
Saat ini, sebagian besar rawat inap dan kematian Covid di antara orang yang tidak divaksinasi, bukan orang yang divaksinasi tanpa suntikan booster, menurut Tedros.
“Tidak ada negara yang dapat meningkatkan jalan keluar dari pandemi,” katanya.
Pakar kesehatan global mengatakan munculnya omicron terkait dengan ketidaksetaraan vaksin.
Omicron diperkirakan muncul dari pasien HIV di Afrika Selatan di mana hanya 26% dari populasi yang divaksinasi lengkap, kata para ilmuwan.
Virus bermutasi sangat baik pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu di mana ia dapat hidup untuk waktu yang lama dan mencari cara untuk bertahan hidup di dalam inang manusianya.
WHO memperkirakan hanya setengah dari negara-negara anggotanya yang akan memvaksinasi setidaknya 40% dari populasi mereka pada akhir tahun ini “karena distorsi dalam pasokan global,” kata Tedros.
Ketidaksetaraan vaksin adalah “ketidakadilan paling mengerikan di tahun 2021,” kata Dr. Michael Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan kesehatan WHO, pada briefing tersebut.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini