Intisari - Online.com - Perundingan untuk menyelesaikan kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 kembali dilanjutkan di Wina, sayangnya menurut analis politik senior Al Jazeera, Marwan Bishara, hal ini mengulang kembali kesalahan dahulu.
Mengutip artikelnya yang tayang di Al Jazeera, Bishara menyebut kondisinya masih sama saja: Amerika Serikat (AS) memperingatkan serangkaian sanksi, Israel mengancam perang, Eropa hanya ikut tunduk dan Arab menonton dari samping, saat Iran ingin pembicaraan dilaksanakan dengan cepat dan mereka ingin mempercepat pengkayaan uranium.
Namun kali ini tampaknya ada satu perbedaan yaitu diplomasi tampaknya gagal, membuka pintu terbuka untuk beberapa skenario.
Skenario tersebut merupakan arahan dari mantan Presiden AS Donald Trump dan kepercayaannya di Timur Tengah, mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yaitu perang dan kemungkinan Iran menjadi negara nuklir.
Lagipula, Trump pula yang memutuskan menghancurkan kesepakatan nuklir tahun 2015.
Setelah berulang kali mengutuk perjanjian tersebut sebagai perjanjian "bencana" dan "busuk", ia meninggalkannya tahun 2018 atas dasar tuduhan yang tidak berkaitan.
Bishara menyebut Trump juga memperburuknya dengan menerapkan sanksi-sanksi baru kepada Iran, termasuk sanksi kedua untuk pihak ketiga yang melakukan perdagangan dengan Iran, dan memerintahkan pembunuhan jenderal Iran, Qassem Soleimani.
Menurut Bishara, karena dikekang, Iran akhirnya mengamuk ke semua arah.
KOMENTAR