Menyusul Suriah dan Afghanistan, Terkuak Tujuan AS Depak Semua Sekutu Lama di Timur Tengah dan Gandeng Iran Perbanyak Senjata Nuklirnya, Jadikan Negara Miskin Ini Tak Punya Masa Depan

May N

Penulis

Intisari - Online.com -Pengungkapan mengenai upaya administrasi Biden mengancam Israel jika Israel melanjutkan cara menghentikan program nuklir Iran menjadi bukti jika Amerika Serikat (AS) tidak mencoba menghentikan Iran mengembangkan senjata nuklir mereka.

Pengungkapan oleh New York Times tersebut malah justru mencoba menghentikan Israel dari menghentikan program nuklir Iran.

Apa yang juga menjadi jelas adalah desakan pemerintah Biden untuk mencoba dan mendapatkan kesepakatan baru dengan Iran.

Kesepakatan ini tidak dirancang untuk menghentikan Iran sama sekali, tapi untuk menghentikan Israel.

Baca Juga: Tak Pernah Dirumorkan Punya Musuh Atau Berperang, Mendadak Ada 14 Pesawat Tempur Nyelonong Masuk Mengancam Arab Saudi, Tak Disangka Ini Pelakunya

Israel malah telah melakukan perang rahasia melawan program nuklir Iran, walaupun kekhawatiran yang tumbuh adalah di Israel adalah aksi ini tidak cukup.

Melansir Asia Times, kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action yang baru juga betujuan untuk mengembalikan keputusan mantan presiden Donald Trump untuk keluar dari partisipasi AS di JCPOA karena kesepakatan tersebut memperbolehkan Iran melanjutkan program nuklirnya secara rahasia dan dengan sungguh-sungguh.

Bukti yang kuat dan tidak terbantahkan dalam skala besar, didapat oleh Israel setelah mereka menggeledah penyimpanan dokumen Iran yang memaparkan tujuan senjata nuklir Iran dengan rinci.

Kebijakan Biden, sementara itu, bertujuan untuk menghapus tantangan untuk upaya Iran mendominasi Teluk Persia dan Timur Tengah.

Baca Juga: Benar-benar Bisa Picu Perang Dunia 3, Militer Amerika Panik Bukan Main Ketika Helikopter Iran Dekati Kapal Perangnya, Ternyata Negeri Paman Sam Dicurigai Lakukan Kecurangan Ini

Langkah terbear yang dilakukan oleh pemerintah AS adalah menarik pertahanan rudal AS dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Irak dan Yordania.

Pertahanan rudal ini termasuk pertahanan udara Patriot (PAC-3) dan sistem THAAD yang ditujukan menghentikan rudal jelajah balistik Iran.

Administrasi Biden juga melemahkan pertahanan AS di Irak dan Suriah dengan tidak mengirimkan sistem pertahanan udara ke pasukan AS, sesuatu yang seharusnya mudah setelah AS mencopot sistem tersebut dari Arab Saudi dan UEA.

Secara signifikan, AS tidak mengeluh mengenai serangan drone Iran di pangkalan kecil AS di Suriah, al Tanf, 20 Oktober.

Baca Juga: Bikin Panik Seantero Timur Tengah, Mendadak Inggris Kirim Dua LusinRudal Penghancur ke Arab Saudi, Ternyata Ada Pesan Rahasia di Balik Tindakannya Itu

New York Times mengatakan jika serangan tersebut sebenarnya adalah pembalasan terhadap Israel, yang memperluas kepercayaan.

Sumber Times adalah berdasarkan 8 sumber anonim di Israel dan AS tapi tidak jelas bagaimana mereka mendapatkan ceritanya.

Kini sekutu AS di wilayah tersebut, terutama Arab Saudi dan UEA, mencari dukungan entah dari Rusia atau China saat kepercayaan terhadap AS sudah runtuh.

Beberapa ketidakpercayaan mereka datang dari perilaku AS membuang sekutunya Afghanistan demi Taliban, sebuah gerakan dengan dampak geostrategis dan politik meninggalkan konsekuensi moral.

Baca Juga: Ngakunya Bebas dari ISIS, Taliban Ternyata Tak Bisa Jaga Afghanistan dari Kelompok Teroris Itu, Lihat Saja Bagaimana ISIS Menyebar ke Seluruh Wilayah Afghanistan Ini

Namun beberapa dari dampak itu datang dengan perubahan politik yang membahayakan Arab Saudi dan UEA.

Bahaya ini datang dari upaya AS menghentikan perang Yaman dan apa yang mereka lakukan dengan Houthi adalah hal yang sama dengan yang mereka lakukan terhadap Taliban di Afghanistan.

Langkah pertama pemerintahan adalah mengusir Houthi dari Daftar Terorisme AS, sehingga membuat mereka bisa bernegosiasi dengan Houthi.

Langkah kedua, adalah memperingatkan Arab Saudi dan UEA untuk menghentikan serangan udara dan upaya lain yang bertujuan menghentikan pengambilalihan Yaman oleh Houthi, yang dilakukan sejak akhir masa Trump.

Baca Juga: Amerika Syok Temukan Sebuah Kapal Angkut Senjata Buatan China dan Rusia dalam Jumlah Tak Masuk Akal, Terkuak Diduga Ini Sosok yang Memesannya

Houthi, tentu saja, disponsori oleh Iran, yang menyuplai senjata, menyediakan penasihat dan tidak diragukan lagi, memberi intelijen kepada Houthi, terutama pada target di Arab Saudi dan UEA.

Maka dukungan diam-diam AS kepada Houthi bertujuan untuk memperkuat Iran.

Dalam gaya serupa, walaupun ada sejumlah tantangan di Teluk Persia oleh Iran melawan kapal-kapal komersial (tidak ada keluhan dari Washington) dan upaya mempermalukan operasi Angkatan Laut AS (juga tidak ada keluhan), administrasi telah mencari cara menunjukkan mereka bisa bermitra dengan Iran.

Awal November, pasukan Houthi menduduki Kedutaan AS di Sanaa, dan menyandera sejumlah warga Yaman yang dipekerjakan AS di kedutaan dan warga lokal lain yang bekerja untuk program bantuan AS di negara tersebut.

Baca Juga: Bagai Memanfaatkan Kesempatan dalam Kesempitan, Rusia Malah Tawarkan Sistem Rudal Mereka ke Arab Saudi, Sesumbar Bisa Jadi Perlawanan untuk Drone

AS menuntut kembalinya mereka dan mengatakan kepada Houthi untuk meninggalkan tempat tersebut, tapi tidak melakukan hal lain.

Tidak ada konsekuensi karena administrasi tidak ingin merusak hubungan dengan Houthi.

Ada kemungkinan sangat besar jika AS telah melakukan pembicaraan rahasia dengan Houthi, seperti halnya yang mereka lakukan dengan Taliban.

Kini, pemerintahan Biden sedang menyembunyikan alasan utama perubahan politik besar-besaran yang menguntungkan Iran.

Baca Juga: Milisi Dukungan Iran Kembali Serang Arab Saudi Setelah Dukungan Terus Mengalir, Tidak Tanggung 3 Drone Bersenjata Diserangkan ke Bandara dan Pangkalan Udara Arab Saudi

Sejak pemerintahan masih berpura-pura berteman dengan Arab Saudi, UEA, Yordania dan Israel, termasuk mengirimkan Menteri Pertahanan Lloyd Austin untuk mengunjungi negara-negara tersebut, jelas jika pemerintahan telah membuat keputusan kritis dan tidak menguntungkan.

Keputusan tersebut adalah pertama, tampaknya AS membaca laporan intelijen tentang program nuklir Iran berbeda dengan Israel.

Israel membaca laporan intelijen jika ada bahaya mengancam jika Iran akan segera memiliki senjata nuklir.

Pemerintahan Biden kemungkinan besar menyimpulkan senjata nuklir Iran tidak bisa terbendung dan tidak bisa dihentikan kecuali oleh aksi militer, yang sudah jelas akan ditentang, akhirnya JCPOA baru memperbolehkan Iran melanjutkan menyembunyikan senjata nuklir mereka, membuat pemerintah Biden tidak terikat apapun terkait kemampuan nuklir Iran.

Baca Juga: RencanaMilitanHouthi untuk Menggempur Arab Saudi Dipastikan Bukan Hanya Gertakan, Langsung Kirim Rudal Balistik yang Buat Warga Ketakutan Setengah Mati, Begini Kronologinya

Keputusan kedua bersifat geostrategis.

Administrasi Biden tidak ingin di posisi menyediakan jaminan keamanan untuk siapapun di Timur Tengah, termasuk Israel.

Pemerintahan AS berpikir pendekatan dengan Iran bisa menutupi penarikan pasukan mereka dari wilayah tersebut.

Mereka juga berpikir bisa menekan Arab Saudi, UEA, Yordania dan Israel untuk menemukan solusi diplomasi atas konflik dengan Iran, dan ada beberapa bukti jika setidaknya Arab Saudi berbicara dengan Iran.

Baca Juga: Dituduh Anak Buah Donald Trump Sebagai 'Kelompok Teroris' hingga Buat Jutaan Orang di Ambang Kelaparan, Joe Biden Justru Akhiri Perang di Negara Muslim Ini

Agar lebih mudah mencapai tujuan ini, pemerintah AS berpikir mereka harus menguasai Israel.

Dengan mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu sudah tidak menjabat dan pemerintahan koalisi Israel yang lemah kini berdiri, administrasi Biden berpikir mereka bisa membuat Israel memfasilitasi nuklir Iran.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait