Putrajaya adalah pemerintahan federal Malaysia, dan AUKUS disebut membuat posisi Malaysia dalam perjanjian non-proliferasi nuklir dan pelucutan senjata, tidak memihak serta juga dengan seluruh penanganan konflik Laut China Selatan.
Beberapa mungkin telah menginterpretasikan pernyataan Perdana Menteri Ismail Sabri jika AUKUS bisa memicu perlombaan senjata wilayah mengingat sifat perjanjian tersebut, mengutip Asia Times.
AUKUS tentu saja melibatkan kapal selam bertenaga nuklir, bukan kapal selam bersenjata nuklir.
Namun, AUKUS menandai pertama kalinya negara non-nuklir menerima kapal selam bertenaga nuklir dan hal tersebut meningkatkan ketidakpastian mengenai proliferasi dan jaminan hukum internasional.
Pertanyaan-pertanyaan ini, walaupun aneh untuk sekarang, tetap membuat khawatir bagi Malaysia mengingat posisi mereka sebagai penjaga rezim pelucutan senjata dan kesepakatan non-proliferasi nuklir internasional.
Contohnya, Malaysia telah mengajukan resolusi PBB setiap tahun sejak pendapat penasheat Mahkamah Internasional (ICJ) 1996 tentang Legalitas Ancaman atau Penggunaan Senjata Nuklir.
Resolusi tersebut menggarisbawahi panggilan ICJ untuk pelucutan senjata nuklir "dalam semua aspek di bawah kendali internasional yang ketat dan efektif."
Sejak AUKUS mengeksploitasi kekurangan dari rezim penjagaan nuklir yang sudah ada, Malaysia yakin jika ada risiko bahwa hal ini akan menggagalkan tujuan pelucutan senjata.
KOMENTAR