Intisari - Online.com - Kurang lebih ada sebanyak 300 kapal dari militan maritim China yang berpatroli di sekitar Kepulauan Spratly di Laut China Selatan dalam satu waktu.
Hal ini dilakukan Beijing untuk tetap bisa mengklaim perairan sengketa itu, menurut penelitian baru dari Pusat Strategi dan Studi Internasional (CSIS) di Amerika Serikat (AS).
Terdiri dari kapal-kapal militan yang dirancang dengan khusus dan armada penangkapan ikan komersial, militan maritim China telah "meledak" bersamaan dengan klaim asertif China di hampir seluruh wilayah tersebut, menurut CSIS dalam laporannya yang dipublikasikan di Washington, DC Kamis lalu.
Menurut Al Jazeera, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, juga mengklaim bagian dari Laut China Selatan di mana China telah membangun pulau buatan dengan jalur udara, pelabuhan dan infrastruktur lain.
Militan maritim China pernah melakukan pertahanan pantai yang mereka lakukan pada 1950-an.
Sejak China berhasil menguasai Kepulauan Paracel dari Vietnam di tahun 1970-an, militan yang didukung oleh subsidi pemerintah untuk bahan bakar, konstruksi dan perbaikan, menurut CSIS, telah tumbuh dalam hal ukuran dan kemampuan dan menjadi penting dalam membantu Beijing menguasai wilayah dan klaim maritim mereka.
"Setelah memasuki tahun 2000-an, militan mengubah fokus mereka menuju melawan dan mempermalukan aktivitas militer asing yang membuat Beijing keberatan" tulis laporan CSIS, mengutip berbagai kasus kapal-kapal militan merusak kapal asing, merusak sistem sonar atau peralatan eksplorasi mereka, membuang sampah dan puing-puing di jalur mereka, menembakkan meriam air, dan terlibat dalam berbagai manuver berbahaya lainnya.
Greg Poling, direktur Program Asia Tenggara dan Inisiatif Transparansi Maritim Asia di CSIS dan salah satu sumber yang dihubungi Al Jazeera, mengatakan dulunya telah dilakukan upaya jelas untuk membangun militan dan membuatnya profesional sejak presiden Xi Jinping berkuasa.
KOMENTAR