Penulis
Intisari-Online.com - Ahli paleontologi dari Akademi Ilmu Pengetahuan China telah menerbitkan sebuah penelitian di jurnal Science Bulletin yang mengungkap penemuan spesies baru eurypterid di perairan Laut China Selatan.
Ini adalah penemuan pertama dalam 80 tahun dan menunjukkan ada lebih banyak yang bisa dipelajari tentang keluarga Mixopteriade.
Fosil yang ditemukan di Xiushan dan Wuhan dengan panjang masing-masing 38 cm dan 1 meter.
Dinamakan Terropterus xiushanensis, kalajengking laut sepanjang 1 meter berkeliaran di perairan yang sekarang disebut China antara 443,8 dan 419,2 juta tahun yang lalu, selama periode Silur.
Melansir The Vintage News, Sabtu (20/11/2021), peneliti menyebut bahwa fosil tersebut kemungkinan adalah Terropteruses remaja.
Itu artinya spesies yang lebih dewasa kemungkinan berukuran jauh lebih besar.
Selama periode Silur, Terropterus akan menjadi pemangsa puncak.
Mereka mengintai dan menerkam ikan dan moluska, yang dimangsa dengan mengambilnya menggunakan pedipalpus sebelum menelannya.
Baca Juga: Kisah Medusa yang Dikutuk Berambut Ular, Kepalanya Dianggap sebagai Monster dan Jimat Pelindung
Spesies ini juga memiliki ekor yang berisi racun untuk mengalahkan mangsanya.
“Terropterus kemungkinan telah memainkan peran penting sebagai predator puncak di ekosistem laut selama Silur Awal ketika tidak ada pesaing vertebrata besar di Cina Selatan,” tulis para peneliti dalam penelitian tersebut.
Terropterus adalah eurypterid, arthopoda kuno yang ada hubungannya dengan kepiting tapal kuda dan arakhnida modern.
Ia juga merupakan spesies pertama yang termasuk dalam keluarga Mixopteriade yang ditemukan dalam waktu sekitar 80 tahun, serta yang pertama ditemukan di benua super Gondwana.
Pengetahuan tentang Mixopteriades masih jarang, dan banyak dari apa yang diketahui berasal dari spesimen yang sebelumnya ditemukan di Skotlandia, New York, Norwegia, dan Estonia.
Keluarga ini dicirikan oleh sisik setengah lingkaran, kerangka luar yang besar, dan bintil-bintil yang tersebar.
Pemeriksaan fosil menunjukkan bahwa sejarah evolusi Mixopterids mungkin lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Lebih lanjut, analisis mereka menunjukkan ciri-ciri yang diyakini sebagai nenek moyang kelompok tersebut – seperti keberadaan sendi kecil pada embel ketiga – mungkin berevolusi secara independen pada spesies yang berbeda.
“Mixopterid Gondwanan pertama kami – bersama dengan eurypterid lain dari China dan beberapa spesimen yang dijelaskan – menunjukkan bias pengumpulan yang kurang dalam jenis ini,” tulis para peneliti.
“Penelitian kedepannya terutama di Asia, dapat mengungkapkan penyebaran mixopterids dan mungkin eurypterids yang lebih kosmopolitan.”
(*)