Awal 2017, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengumumkan skema kontrak dengan pembagian hasil berdasarkan produksi (gross split).
Dengan skema baru itu, biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor KKS.
Berbeda dengan skema cost recovery, di mana biaya operasi pada akhirnya menjadi beban pemerintah. Oleh karenanya, kontraktor akan lebih memperhatikan efisiensi biaya operasi.
Dalam gross split, perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan Kontraktor KKS diperhitungkan di awal.
Melalui skema ini, negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Hasilnya, penerimaan negara menjadi lebih pasti.
Lewat skema baru itu, negara tidak akan kehilangan kendali sebab penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan lifting, serta pembagian hasil tetap di tangan pemerintah. Perhitungan gross split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja.
Perhitungan yang pasti terdapat pada persentase bagi hasil base split. Untuk base split minyak, pembagiannya adalah 57 persen untuk negara dan 43 persen Kontraktor KKS. Sementara, pembagian untuk gas bumi 52 persen untuk negara, 48 persen untuk kontraktor.
Selain persentase base split, Kontraktor KKS berpeluang akan mendapat tambahan bagi hasil dari variable split dan progressive split. Variable split ditentukan berdasarkan penilaian terhadap 10 parameter yang mewakili tingkat kesulitan dari pengembangan lapangan migas.
KOMENTAR