Penulis
Intisari-Online.com - Australia dan Timor Leste telah menandatangani perjanjian perbatasan maritim yang pertama antara kedua negara.
Kesepakatan yang ditandatangani di markas PBB, New York, Amerika Serikat, diharapkan akan mengakhiri perselisihan mengenai cadangan minyak dan gas di Celah Timor.
Melansir Kompas.com, kedua negara sepakat untuk membagi pendapatan dari cadangan migas di lapangan Greater Sunrise, yang berada di antara Australia dan Timor Leste.
Tapi hingga sekarang, belum ada kesepakatan mengenai lokasi pemrosesan migas, dan diperkirakan negosiasi mengenai masalah ini bisa menjadi sulit.
Australia menawarkan untuk memberikan 80 persen hasil dari pendapatan jika migas disalurkan ke Darwin.
Sebaliknya, Timor Leste menginginkan 70 persen pendapatan jika diproses di negaranya.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan, pengembangan Greater Sunrise memerlukan dukungan perusahaan patungan migas swasta yang kapasitasnya untuk mengembangkan dan mengoperasikan proyek akan bergantung pada kelayakan ekonominya.
Bishop berharap bisa melihat Timor Leste memanfaatkan sumber daya alam tersebut.
Perusahaan patungan yang dipimpin raksasa energi Woodside, berpendapat, perpipaan gas ke Timor Leste tidak layak secara ekonomi karena jalur pipa harus melintasi ceruk bawah laut sedalam lima kilometer.
Namun Dili bersikukuh dengan rencananya.
Mereka ingin mengembangkan Greater Sunrise secepat mungkin, karena negara itu sangat bergantung pada pendapatan migas, sementara cadangan migas mereka saat ini diperkirakan akan habis dalam satu dekade.
Wakil Perdana Menteri Timor Leste Agio Pereira mengatakan, kedua negara sekarang akan melanjutkan pembicaraan mengenai pengembangan Greater Sunrise.
"Negosiasi ini sangat sulit. Memang tidak mudah. Dan penting bagi Australia dan Timor Leste untuk mencapai keberhasilan," katanya.
Untuk melancarkan urusan ini, Timor Leste bekerja sama dengan DLA Piper.
Firma tersebut telah menyediakan lebih dari sepuluh pengacara untuk penempatan jangka panjang sejak 2008 untuk bekerja dengan Pemerintah dalam inisiatif pembangunan bangsa.
Perusahaan tersebut telah memberikan nasihat kepada Pemerintah Timor Leste secara komersial, mengenai sejumlah masalah internasional, termasuk sehubungan dengan Greater Sunrise.
Melansir Reuters, mereka mematok tarif Rp19 juta per jam untuk setiap layanan hukum yang disediakan berdasarkan kontrak.
DLA Piper melaporkan pendapatan $811.333 tahun lalu dan $3,7 juta pada 2019 untuk pekerjaan yang diungkapkan di bawah Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing, menurut kelompok riset nirlaba Center for Responsive Politics.
(*)