Hanya Sisakan 'Kerak' Usai Nyaris Dikuras Habis Australia Selama Lebih dari Setengah Abad, Sisa-sisa Ladang Minyak Ini Baru Bisa Dikeruk Timor Leste Usai Aksi Culas Negeri Kanguru Terbongkar

Khaerunisa

Penulis

(Ilustrasi) Kilang minyak Bayu-Undan milik Timor Leste

Intisari-Online.com - Carnarvon Petroleum, perusahaan minyak dan gas Australia, telah menyatakan bahwa mereka berharap untuk menyedot sumur Buffalo-10 di Laut Timor pada awal November 2021.

Ladang minyak itu sendiri masih berproduksi ketika ditutup pada tahun 2004.

Ditemukan pada tahun 1996 oleh BHP, ladang minyak Buffalo menghasilkan 20,5 juta barel minyak ringan antara tahun 1999 dan 2004.

Carnarvon mengklaim bahwa ada kemungkinan besar Buffalo-10 akan mengkonfirmasi proyek ekonomi.

Baca Juga: Salah Satu Negara yang Berbatasan Langsung dengan Daratan Indonesia, Inilah Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Oleh karena itu, rencana pengeboran perusahaan memungkinkan sumur tersebut dipertahankan sebagai sumur produksi pertama dalam program redevelopment.

Bersama dengan mitranya, Advance Energy, Carnarvon sedang mengerjakan rencana untuk mempersingkat batas waktu untuk produksi pertama jika sumur tersebut mengkonfirmasi sumber daya minyak yang dapat dipulihkan seperti yang diharapkan.

Proyek Buffalo sendiri melibatkan pembangunan kembali ladang minyak Buffalo di Laut Timor yang berada di kedalaman 100 kaki dengan kedalaman reservoir antara 10.000 dan 12.000 kaki di bawah dasar laut.

Proyek Buffalo awalnya berada di perairan Australia. Tetapi pada tahun 2018, Australia dan Timor Leste menandatangani perjanjian batas laut yang mengubah batas laut antara kedua negara, mempengaruhi izin yang berisi proyek Buffalo.

Baca Juga: Inilah 3 Weton yang Anti Bangkrut dan Selalu Sukses menurut Primbon Jawa, Apakah Weton Anda Termasuk Salah Satunya?

Izin itu dibagi dua dengan bagian yang berisi ladang Buffalo berpindah tangan ke yurisdiksi Timor Leste.

Jika pengeboran terbukti berhasil dan mereka menemukan sekitar 30 juta barel minyak, maka Timor Leste dapat mengantongi sekitar USD 450 juta selama masa proyek lima tahun, menurut Peter Strachan, seorang analis energi independen yang berbasis di Perth.

Itu didasarkan pada harga minyak USD 75 per barel dengan biaya pengembangan dipatok USD 450 juta dan biaya operasi USD 1.050 juta.

Sementara jika biaya pembangunan kurang dari USD 450 juta ($15/barel), maka pemerintah Timor Leste akan menerima lebih banyak.

Baca Juga: Inilah 3 Weton yang Anti Bangkrut dan Selalu Sukses menurut Primbon Jawa, Apakah Weton Anda Termasuk Salah Satunya?

Kini Timor Leste ikut menikmati hasil ladang minyak yang berada di wilayahnya tersebut.

Tetepi itu hanya apa yang disisakan Australia, karena sejak 1960-an, Australia sendiri dilaporkan telah menambang tiga ladang minyak di Laut Timor, yaitu Buffalo, Laminaria, dan Corallina, hingga habis.

Bahkan, sebelum menikmati hasil kekayaan alamnya tersebut, Timor Leste juga harus menghadapi sengketa wilayah laut dengan Australia, yang mencakup ladang minyak dan gas.

Saat itu, dengan lepasnya wilayah Timor Leste dari Indonesia pada tahun 1999 dan secara resmi jadi negara pada 2002, perjanjian Celah Timor antara Indonesia dan Australia tak berlaku lagi.

Baca Juga: Tidak Sekonyong-konyong Menyerang, Serangan Stroke Seperti yang Dialami Tukul Sebenarnya Sudah Bisa Diprediksi 30 Hari Sebelumnya Lewat Penyakit Ini

Tak lama setelah kemerdekaannya, Timor Leste dan Australia pun menyepakati perjanjian bagi hasil dari eksploitasi sumber minyak dan gas di kawasan Greater Sunrise.

Namun, Timor Leste menyebut kesepakatan itu tidak adil.

Pada tahun 2013, Timor Leste mengajukan kasus ke Mahkamah Arbitrase Permanen Den Haag untuk keluar dari perjanjian gas yang ditandatanganinya bersama Australia tahun 2006, setelah skandal spionase dalam perundingan perjanjian tersebut mencuat.

Penyadapan itu baru terbongkar pada 2012 dibongkar oleh Saksi K, bertahun-tahun setelah perjanjian tersebut ditandatangani.

Baca Juga: Bukan Senjata yang Lebih Banyak Bunuh Tentara dalam Perang Tetapi Infeksi, Lalu Bagaimana Cara Bawa Penisilin Temuan Alexander Fleming Ini ke Pasukan Perang Dunia 2?

Melansir redflag.org.au (15/8/2018), dilaporkan pada tahun 2004, Menteri Luar Negeri Alexander Downer memimpin operasi Badan Intelijen Rahasia Australia (ASIS) untuk memasang alat pendengar di kantor-kantor pemerintah Timor Leste.

Disebut, operasi itu dilakukan di bawah kedok proyek bantuan, bertujuan untuk memberi Australia keuntungan dalam negosiasi perbatasan laut baru antara kedua negara.

Penyadapan ASIS terhadap kantor pemerintah Timor Leste kemudian diketahui oleh agen yang bertanggung jawab atas operasi tersebut.

Baru pada tahun 2018, akhirnya Timor Leste dan Australia menandatangani Perjanjian Batas Maritim baru, di mana Timor Leste masih harus menunggu lebih dari setahun sampai perjanjiajn tersebut diratifikasi.

Baca Juga: Mereka Tiba-tiba Menghilang Begitu Saja Tanpa Ada Penjelasan, Inilah 6 Penghilangan Paling Misterius Sepanjang Sejarah, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Pada 29 Juli 2019, parlemen Australia dan Timor Leste akhirnya sepakat meratifikasi batas maritim sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Kesepakatan dipastikan berlaku setelah parlemen Australia menyetujui penerapan perjanjian perbatasan maritim melalui sebuah pemungutan suara.

Bagaimana pun, di bawah ketentuan perjanjian itu, Timor-Leste tidak dapat mengklaim atas miliaran dolar yang dihasilkan Australia dari penambangan Laut Timor sejak 1960-an.

Proyek Pemerintahan Timor-Leste mengatakan bahwa ladang minyak tersebut dapat menghasilkan sekitar US$ 60 juta dalam 12 bulan terakhir (saat perjanjian itu diratifikasi).

Baca Juga: Siapa Sangka 'Sampah' Ini Bisa Dipakai untuk Usir Cicak, Tumbuk dan Masukan ke Plastik, Lihat Bagaimana Hewan Ini 'Minggat' dari Rumah Anda

(*)

Artikel Terkait